"Efektivitas untuk menyentuh awan akan lebih bagus lagi kalau misalnya pakai roket. Kalau (dengan) pesawat kan terkadang tidak efektif karena pasti ada batas terbangnya," kata Unggul setelah membuka gathering Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca di BPPT, Jakarta, Selasa.
Menurut dia, jika menggunakan roket memang bisa ditembakkan dari pesawat atau dari darat, dan akan lebih tepat sasaran. ?Dengan roket lebih efektif bisa ditembakkan dari pesawat dan lebih tepat sasaran. Saya kira ini akan lebih signifikan hasilnya.
Sekretaris Utama (Sestama) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Dody Ruswandi pada kesempatan sama mengatakan pengembangan teknologi serupa TMC di negara lain di Asia Tenggara belum ada, hanya Indonesia yang sudah aktif menggunakannya.
"Saya tanya ke negara lain tidak ada. Hanya Indonesia saja yang punya, bahkan sudah dalam bentuk operasi kerja udara lengkap terstruktur dan lengkap," ujar Dody.
Sejauh ini, di Indonesia, TMC memang baru dimanfaatkan untuk mencegah munculnya asap dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Namun, menurut dia, teknologi ini akan semakin dibutuhkan untuk mendukung sektor lainnya seperti pertanian, energi, mitigasi kebencanaan metrohidrologi seiring dengan meningkatnya perubahan iklim.
Masyarakat di Indonesia pun, menurut dia, semakin mengetahui manfaat teknologi ini, terbukti setiap tahun Pemerintah Daerah (Pemda) di provinsi-provinsi rawat karhutla selalu meminta satu paket mitigasi dengan pesawat dan TMC. Bahkan, ada pula permintaan penggunaan teknologi ini untuk keperluan keberlangsungan sebuah perhelatan besar, bukan untuk mitigasi bencana.
"Mudah-mudahan kita bisa promosikan teknologi ini ke negara-negara ASEAN. Ini bentuk investasi sekaligus untuk kemanusiaan," lanjutnya.
Baca juga: BPPT dan BNPB terapkan hujan buatan untuk amankan Asian Games 2018
Baca juga: BPPT gunakan drone untuk hujan buatan
Pewarta: Virna Puspa S
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2018