Jakarta (ANTARA News) - Dua warga negara Indonesia mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menguji Pasal 169 huruf n Undang-Undang No.7/2017 tentang Pemilu yang mengatur pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden.
Kuasa hukum para pemohon Heriyanto Citra Buana menjelaskan para pemohon meminta Mahkamah untuk melakukan uji tafsir terkait pasal a quo. Para pemohon menilai ketentuan mengenai masa jabatan presiden dan wakil presiden yang dibatasi hanya boleh dua kali menjabat dalam jabatan yang sama meskipun tidak berturut-turut tidak relevan, tidak sejalan dengan sistem pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat.
"Penjelasan Pasal 169 UU Pemilu tersebut pada frasa 'maupun tidak berturut-turut' mengandung tafsir yang tidak sejalan bahkan bertentangan dengan dasar filosofis Pasal 1 ayat (2), Pasal 6A ayat (1), dan Pasal 7 UUD 1945," ujar Heriyanto di Gedung MK Jakarta, Selasa.
"Instrumen hukum peraturan perundang-undangan sebaiknya tidak boleh membatasi terlebih mengamputasi hak seseorang untuk dapat menjadi presiden dan wakil presiden meskipun telah menjabat sebagai presiden dan wakil presiden dalam dua kali masa jabatan yang sama sepanjang tidak berturut-turut," kata Heriyanto.
Pemohon berpendapat pembatasan masa jabatan maksimal dua kali juga merupakan pengingkaran terhadap kehendak rakyat.
"Pemohon juga merasa hak konstitusionalnya untuk untuk mendapatkan pilihan alternatif, pilihan presiden dan wakil presiden terbaik dibatasi dan diamputasi dengan Penjelasan Pasal 169 huruf n tersebut sepanjang frasa 'maupun tidak berturut-turut'," ujar Heriyanto.
Dalam petitumnya, para pemohon meminta Mahkamah menyatakan penjelasan Pasal 169 UU Pemilu terutama frasa "secara berturut-turut maupun tidak berturut-turut" bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2), Pasal 6A ayat (1), dan Pasal 7 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018