Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menilai pelibatan anak-anak dalam aksi teror dan munculnya terorisme adalah bentuk penyimpangan pemahaman terhadap agama. Komentar Hidayat ini disampaikan berkenaan dengan teror bom di Surabaya yang di antara pelakunya anak-anak.
"Saya sangat menyesalkan, dalam konteks agama manapun anak-anak itu belum punya kewajiban hukum apa pun, bahkan harus mendapatkan pendidikan terbaik," kata Hidayat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Menurut dia, di beberapa negara penyimpangan terhadap pemahaman agama apapun melahirkan bentuk terorisme seperti di India dan Irlandia Utara.
"Di India terjadi bom bunuh diri, lalu di Irlandia Utara juga terjadi, agama apapun penting untuk dipahami secara baik dan benar sehingga agama apapun menolak terorisme," katanya.
Dia menilai menjadi tanggung pemerintah untuk memunculkan kesadaran bagi para orang tua bahwa seorang anak wajib mendapatkan pendidikan terbaik untuk menunjang tumbuh kembang sehingga menjadi generasi cemerlang pada masa mendatang.
Menurut dia , hal itu menjadi tantangan semua pihak termasuk tokoh-tokoh agama mana pun untuk berperan serta menyelamatkan keluarga agar tidak terulang kembali aksi teror yang sangat keji dengan melibatkan anak-anak.
"Seharusnya antar tetangga bisa bersosialisasi dan juga di dalam lingkungan. Saya kira itu salah satu yang bisa mengkoreksi, khususnya terorisme yang melibatkan seluruh anggota keluarha bahkan anak-anak," kata Hidayat.
Dalam aksi teror ke tiga gereja di Surabaya dua hari lalu , Dita Oepriarto dan istrinya, Puji Kuswari, mengajak keempat anaknya melancarkan aksi teror itu.
Keluarga kedua yang melakukan teror bom adalah para pelaku bom di Polrestabes Surabaya, pada Senin (14/5) . Mereka adalah Tri Murtono dan Tri Ernawati. Pasangan suami istri ini mengajak ketiga anaknya untuk membom polisi, namun anak bungsu mereka selamat dalam teror ini.
Baca juga: Tri Murtiono , istri dan anak-anaknya pelaku teror bom Polrestabes Surabaya
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018