Palangka Raya (ANTARA News) - Pemerintah akan segera mengeluarkan petunjuk pelaksana (juklak) bagi operasi pemberantasan pembalakkan liar (illegal logging) sebagai implemantasi dari aturan perundangan di atasnya yang dinilai masih menimbulkan gesekan antar lembaga dan aparatur pelaksana. Menurut Sekretaris Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Letjen TNI Agustadi Sasongko Purnomo di Palangka Raya, Jumat, juklak tesebut bertujuan mengkoordinasikan tugas dan meminimalisir gesekan-gesekan yang terjadi antar aparat di lapangan. "Juklak itu akan menjadi strategi nasional penjabaran dari UU Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu secara Ilegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Kepmen pendukung lainnya," jelasnya. Inpres Nomor 4 tahun 2005 sendiri memerintahkan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, 15 pejabat setingkat menteri, serta seluruh gubernur dan bupati/walikota untuk memberantas pembalakkan liar. "Dalam juklak nanti akan diatur susunan koordinasi, tugas, dan siapa saja yang terlibat atau bertindak, serta sasaran-sasaran dalam operasi pemberantasan illegal logging," lanjutnya. Selama ini tanpa adanya juklak yang jelas, gesekan tersebut terkadang terjadi karena masing-masing aparat pelaksana, baik dinas kehutanan, Polri maupun TNI bergerak sendiri-sendiri dalam memberantas illegal logging. Petunjuk pelaksana pemberantasan illegal logging itu diharapkan akan segera diterbitkan dalam waktu dekat, sedangkan petunjuk yang dikeluarkan sebelumnya dinyatakan dalam status pending. Agustadi yang tengah melakukan peninjauan ke berbagai daerah rawan illegal logging, menilai operasi pemberantasan illegal logging secara umum telah berjalan dengan baik meski masih diperlukan peningkatan-peningkatan di beberapa aspek. "illegal logging secara umum telah banyak menurun secara kuantitas dilihat dari banyaknya jumlah kasus yang ditangani, sedangkan dari sisi lain cenderung mengalami peningkatan kualitas dengan kian beragamnya modus yang digunakan," ucapnya. Bahkan, Ia mengakui, gencarnya operasi illegal logging itu telah berdampak pada kesulitan kayu bagi kebutuhan masyarakat setempat yang terjadi di berbagai daerah penghasil kayu terbesar. Selain itu memunculkan pula ribuan korban PHK akibat penutupan industri kayu illegal. Dari laporan daerah yang telah dikunjunginya, seperti Provinsi Riau, Kalbar, dan Kalteng, Agustadi mengatakan, kasus pencurian kayu itu kebanyakan berupa pengangkutan kayu yang tidak sesuai dengan surat atau dokumen barang. Sementara itu, Komandan Korem 102 Panju Panjung Kalimantan Tengah Kol Art Budi Rachmat mengakui, jajarannya sangat menantikan juklak tersebut karena operasi yang dilakukan TNI seringkali berbenturan dengan tim teknis lainnya. "Padahal kita lakukan operasi berdasarkan SP (surat perintah) dari Panglima Kodam yang harus dilaksanakan, sementara mungkin dari Polda juga mendapat perintah serupa dari Mabes Polri demikian juga kehutanan," ungkapnya. Selain itu Budi juga meminta komitmen pemerintah terhadap TNI dalam menjalankan Inpres Nomor 4 Tahun 2005 mengingat TNI khususnya jajarannya tidak pernah mendapatkan alokasi dana operasional pemberantasan illegal logging. "Seolah-olah lebih baik keluarkan saja TNI dari Inpres tersebut karena kita selalu bersandar dengan lainnya," tandas Budi yang menyebut anggaran TNI dalam pemberantasan illegal logging di jajarannya nol rupiah.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007