Jakarta (ANTARA News) - Fraksi Partai Golkar mendorong para pihak terkait segera menyelesaikan Rancangan Undang-Undang tentang Antiterorisme sebagai respon atas aksi terorisme beruntun sekarang ini.
"Fraksi Partai Golkar (FPG) merespon positif bahwa payung hukum tindak kejahatan terorisme harus diperkuat. Anggota Pansus RUU Antiterorisme dari FPG kami dorong agar aktif menuntaskan RUU Antiterorisme segera dengan memperhatikan situasi negara yang genting atas aksi terorisme baru-baru ini," kata Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Satya Widya Yudha dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin.
Anggota DPR RI asal Jawa Timur itu mengatakan bom bunuh diri yang terjadi pada Minggu (13/5) di Surabaya, Jatim, merupakan aksi terorisme yang tidak bisa ditoleransi.
"Negara tidak boleh kalah terhadap tindak kekerasan yang mengakibatkan korban jiwa masyarakat sipil dan aparat keamanan tersebut," kata Satya yang kediamannya hanya berjarak 100 meter dari lokasi bom bunuh diri di Gereja Santa Maria, Ngagel, Surabaya tersebut.
Pada Selasa-Kamis (8-10/5), aksi terorisme juga terjadi di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang Salemba di Markas Komando Brimob, Depok, Jabar.
Satya menegaskan segala bentuk aksi terorisme yang terjadi di Indonesia harus diberantas karena akan mengganggu stabilitas keamanan nasional dan oleh karena itu, payung hukum atas tindakan terorisme harus diperkuat.
Ia mengakui pembahasan RUU Antiterorisme sampai saat ini masih belum selesai.
Dengan rentetan aksi terorisme dalam sepekan ini, lanjutnya, maka RUU Antiterorisme sudah penting untuk kembali dibahas dan segera dituntaskan.
"Rentetan aksi terorisme saat ini menumbuhkan semangat bersama, bahwa RUU Antiterorisme sudah sangat urgent. Kami harap segera dituntaskan. Kami menunggu respon pemerintah untuk duduk bersama kembali, agar RUU Antiterorisme bisa disahkan dalam masa sidang berikutnya ini," ujarnya.
Satya mengharapkan pihak pemerintah juga segera satu suara dalam menuntaskan RUU Antiterorisme.
"Saya dengar, mayoritas fraksi di Pansus RUU Antiterorisme di DPR sudah sepaham dan bersatu, tinggal menunggu pihak pemerintah yang tampaknya belum satu suara, karena setiap merumuskan satu kalimat atau paragraf, pemerintah selalu minta waktu kembali untuk membahas secara intern di pemerintah. Jadi bolanya justru ada di pemerintah, kami menunggu," paparnya.
Bahkan, sambungnya, jika memang dinilai sangat mendesak karena situasi darurat nasional atas aksi terorisme, maka pemerintah bisa mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).
"Saya yakin DPR pun akan segera merespon positif," kata Satya.
Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018