Jakarta (ANTARA News) - Kepala Pusat Studi Keamanan Nasional dan Global Universitas Padjajaran Yusa Djuyandi menekankan aksi teror yang terjadi pada sejumlah tempat ibadah di Surabaya tidak merepresentasikan ajaran kepercayaan atau agama mana pun.

"Teror tentunya tidak merepresentasikan sebuah ajaran kepercayaan atau agama mana pun, teror bisa terjadi di mana saja, seperti gereja, fasilitas publik, masjid, dan bahkan terhadap tokoh agama," ujar Yusa melalui keterangan tertulis, di Jakarta, Minggu.

Yusa menilai aksi teror yang terjadi Minggu pagi di Surabaya, merupakan sinyalemen para kelompok teroris ingin kembali menunjukkan kekuatannya setelah kejadian di Rutan Mako Brimob, Depok.

"Keberhasilan para narapidana teroris dalam melawan aparat, terlebih itu mereka dapat lakukan ketika menjadi narapidana dan ditahan di Mako Brimob, telah menjadi faktor pemicu muncul keberanian para pelaku teror yang selama ini mungkin sedang bersembunyi dan menyusun basis kekuatan," kata Yusa.

Baca juga: Kemenag sesalkan peristiwa teror bom Surabaya

Yusa mengatakan Indonesia belum sepenuhnya aman dari ancaman teror. Dia mengusulkan agar revisi atas UU Terorisme dilakukan, namun dengan catatan revisi itu tidak boleh dipolitisasi oleh kepentingan politik mana pun.

Diharapkan dengan revisi ini, maka aparat kepolisian, yang juga bersinergi dengan TNI maupun lembaga lainnya, dapat dengan baik menganalisa pola perkembangan jaringan terorisme, kemudian untuk dilakukan langkah-langkah preventif.

"Kita selalu berharap bahwa setiap kali terjadi teror maka itu adalah untuk yang terakhir kalinya, namun dengan kejadian ini maka aparat kepolisian bersama dengan TNI dan organisasi kemasyarakatan harus mampu bersama-sama bekerja lebih keras lagi dalam menangkal aksi-aksi teror di masa yang akan datang," ujar dia.

Baca juga: Polisi: sembilan tewas, 40 terluka dalam serangan bom Surabaya

Menurut catatan Yusa, dalam kurun waktu 2018 terjadi serangkaian aksi teror yang tujuannya bisa jadi ingin memperkeruh kondisi sosial dan politik di Indonesia. Misalnya, teror terhadap ulama di Jawa Barat, penyanderaan oleh narapidana teroris di Mako Brimob, dan kini pengeboman terhadap gereja di Surabaya.

Menurutnya, aparat kepolisian bersama TNI dan organisasi masyarakat harus lebih banyak berkoordinasi.

Masyarakat juga harus waspada terhadap upaya yang sedang dilakukan oleh kelompok tidak bertanggung jawab untuk membuat kondisi negara dan bangsa menjadi tidak aman.

"Waspadai upaya yang saling menimbulkan kecurigaan karena serangkaian peristiwa teror," kata dia pula.

Baca juga: Ketenangan Surabaya terkoyak

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2018