"Alhamdulillah Pemerintah sekarang itu cepat memutuskan (sebelum tenggat waktu). Bahkan dua tahun sebelumnya," jelas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Djoko Siswanto di Gedung Sekretariat Jenderal Kementerian ESDM, di Jakarta, Sabtu.
Pemerintah, imbuh Djoko, sudah mempunyai target untuk menyelesaikan sisa 22 WK terminasi setelah melakukan evaluasi dari pengajuan proposal para kontraktor yang masuk. Nantinya, blok terminasi 2020 akan mulai diumumkan pada bulan Juni dan berikutnya dilakukan bertahap tiap bulan hingga yang terminasi tahun 2026.
"Kita akan segera putuskan setelah evaluasi. Kita berharap itu selesai semua pada bulan Desember 2018," ungkap Djoko.
Sesuai amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2004 dalam Pasal 28 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi mengamanatkan, Pemerintah memutuskan pengelola wilayah kerja (WK) migas yang akan berakhir kontrak kerja sama paling lambat setahun menjelang berakhirnya kontrak.
Aturan ini dipertegas dalam turunan produk hukum terbaru dalam bentuk Peraturan Menteri ESDM Nomor 23 Tahun 2018, penetapan kontraktor blok terminasi akan disampaikan setelah evaluasi terhadap calon kontraktor yang berminat, termasuk Pertamina, mengajukan permohonan pengelolaan blok kepada Menteri ESDM melalui SKK Migas. "(Pengajuan) paling cepat 10 tahun dan paling lambat 2 tahun sebelum kontrak berkahir," jelas Djoko.
Kemungkinan lainnya yang dapat ditempuh Pemerintah adalah lelang. Hal ini mungkin saja dilakukan pada blok yang memiliki banyak peminat, seperti blok Rokan. Yang penting penetapan pengelolaannya adalah yang paling besar memberikan manfaat sebesar besarnya untuk Negara sesuai amanat konstitusi.
"Ada kemungkinan kalau peminatnya banyak, kita lelang saja. Mana yang paling memberikan benefit paling besar bagi negara baik signature bonus maupun komitmen kerjanya," ujar Djoko.
Terkait kesiapan Pertamina mengelola blok terminasi, Plt Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengutarakan Pertamina siap menerima penugasan tersebut bahkan apabila harus bekerja sama dengan mitra lain. "Opsi tersebut sedang didalami. Nanti kita lihat. Partnership itu kan juga bagian dari mitigasi resiko dari sisi operasional dan juga finansial. Jadi kita berhitung betul untuk itu. Kami terbuka dengan opsi itu," ujar Nicke.
Namun Nicke menjelaskan Pertamina harus mempertimbangkan WK migas terminasi yang dianggap potensial untuk dikembangkan dengan menyesuaikan sumber daya yang dimiliki. "Dengan resources yang kami miliki dan dengan target upstream tentu harus memilih kapasitasnya. Jadi kami memilih (WK terminasi) dengan kapasitas besar dan cadangan yang sudah proven," tegas Nicke.
Sebagaimana diketahui, perkiraan tambahan pendapatan Pertamina dari 10 WK terminasi terakhir termasuk 2 WK Jambi Merang dan WK Pendopo & Raja adalah sebesar 24 miliar dolar As untuk 20 tahun. "Angkanya sekitar 24 miliar dolar AS sepanjang 20 tahun (kontrak) berjalan," pungkas Nicke.
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018