Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Swadaya Masyarakat Greenpeace Indonesia menyatakan, pemerintah seharusnya menghapus Premium, bukan memberi peluang bagi masyarakat untuk kembali menggunakan bahan bakar minyak (BBM) beroktan 88 tersebut.
Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat mengatakan, hampir semua negara sudah menghapus Premium.
"Kebijakan (Premium) tersebut akan berdampak negatif. Karena tidak hanya merusak mesin kendaraan bermotor, namun juga semakin memperburuk kondisi udara," katanya.
Untuk mesin kendaraan bermotor misalnya, menurut dia, hampir seluruh produk industri otomotif diperuntukkan bagi BBM dengan RON tinggi, yaitu seri Pertamax atau setidaknya Pertalite.
Jika dipaksa menggunakan Premium, tambahnya, tentu akan mengakibatkan pembakaran tidak sempurna dan merusak mesin kendaraan.
Di sisi lain, lanjut dia, hasil pembakaran yang tidak sempurna tersebut akan menghasilkan emisi karbon yang memperburuk kualitas udara.
"Tentu saja mengkhawatirkan, apalagi Jakarta sudah berada pada sepuluh besar kota dengan udara terburuk di dunia," katanya.
Bahkan, tambahnya, pada 2 Mei 2018, World Health Organization (WHO) merilis bahwa polusi udara adalah salah satu penyebab penyakit. Jadi 9 dari 10 kematian di dunia erat kaitannya dengan polusi udara.
Baca juga: WHO: 2,2 juta orang di Pasifik Barat meninggal akibat polusi
Dia menyatakan, kualitas udara di kota-kota besar di Indonesia memang buruk, di Jakarta, misalnya, konsentrasi PM2.5 antara Januari 2017 hingga Januari 2018 sudah berada di angka 35 mikro gram (ug) per meter kubik atau jauh melebihi ambang batas World Health Organization (WHO), yakni 25 ug/m3.
"Itu sebabnya, penghapusan Premium tidak bisa ditawar lagi. Pemerintah seharusnya memiliki roadmap yang jelas tentang kebijakan energi," katanya.
Sebelumnya, Pemerintah mewajibkan setiap SPBU menjual Premium, termasuk di Jawa, Madura, dan Bali (Jamali). Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, Pertamina tidak akan rugi dengan menyediakan Premium di seluruh Indonesia.
Caranya, lanjut Jonan, Pertamina bisa memberikan tambahan subsidi kepada Premium. Selain itu, agar konsumen Premium beralih ke Pertalite, Pertamina bisa memberikan undian berhadiah bagi setiap pengguna Pertalite.
Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio menilai, kewajiban distribusi Premium di Jawa, Madura dan Bali mengherankan, karena berbeda dengan luar wilayah tersebut, konsumen di Jawa, Madura dan Bali pada umumnya sudah mampu membeli BBM berkualitas.
Agus menduga, kebijakan tersebut sangat politis, terlebih, 2018 akan dilaksanakan Pilkada serentak dan pada 2019 akan dilaksanakan Pileg dan Pilpres.
"Karena ini tahun politik, Pemerintah tidak mau ramai. Kalau Jawa bergejolak, kan repot," katanya.
Baca juga: Bolehkah mencampur Premium, Pertalite dengan Pertamax?
Pewarta: Subagyo
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2018