Jakarta (ANTARA News) - Penyelenggraan Haji Indonesia sudah saatnya dilaksanakan masyarakat melalui kerjasama antara rakyat Indonesia dengan Arab Saudi (P-P), sehingga dapat dihemat onkos naik haji (ONH) hingga 60 persen dibanding ONH ditangani pemerintah, kata Ketua Umum Front Persatuan Nasional (FPN) Agus Miftach."Hampir seluruh negara di dunia ini, sistem penyelenggaran hajinya ditangani oleh masyarakat, sehingga pemerintah hanya bertindak sebagai regulator, fasilitator dan pengawasan," katanya kepada pers di Jakarta, Kamis. Karena itu, katanya, jika pemerintah bersedia menyerahkan penyelenggaraan haji kepada masyarakat, maka menghemat 60 persen ONH yang berasal dari komponen biaya administrasi dan birokrasi, serta biaya pembuatan paspor khusus dan pungutan tak resmi lainnya.Menurut Agus, pemerintah tidak perlu khawatir akan kehilangan pendapatan dari sektor haji jika diserahkan ke masyarakat, karena masih ada pendapatan dari ongkos pembuatan paspor dan fiskal ke luar negeri. Pemerintah diharapkan juga tidak perlu khawatir atas perlindungan terhadap jamaah haji Indonesia di Arab Saudi jika ditangani masyarakat, karena kelompok jamaah haji RI itu memiliki pimpinan dari kalangan ormas Islam yang berpengalaman seperti NU, Muhammadiyah, sedang KBRI di Arab Saudi menfasilitasi.Ketika menanggapi rencana pelarangan maskapai RI termasuk untuk angkutan Haji terbang ke Arab Saudi, Agus menegaskan, jika penyelenggaran haji oleh masyarakat, maka masyarakat RI akan mudah menentukan pesawat yang tidak harus dari Maskapai dalam negeri.Kendati demikian, Agus berharap pemerintah melakukan lobi kepada pemerintah Arab Saudi dan menjelaskan sistem keselamatan penerbangan Indonesia agar maskapai RI tidak dilarang dan diizinkan terbang ke Arab Saudi khususnya melaksanakan angkutan haji mendatang. Pada kesempatan itu, Agus Miftach mengharapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan DPR RI agar mengakaji ulang keberadaan Departemen Agama (Depag) tentang kemungkinan bisa digantikan dengan Kementerian negera urusan Haji dan Wakaf seperti dinegara yang berpenduduk mayoritas muslim.Menurut Agus, keberadaan Depag di era reformasi dan desentralisasi saat ini tidak diperlukan, karena hanya akan membebani keuangan negara dan menimbulkan duplikasi khususnya dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengaturan teknis penyelenggaran peribadatan di masyarakat. "Sebagian besar negara di dunia, tidak ada yang memiliki Depag seperti RI, tapi hanya Kementerian urusan Haji dan Wakaf, sehingga pengaturan pendidikan agama dan teknis peribadatan diserahkan kepada masyarakat," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007