"Dengan luas 119 hektare dan panjang `runway` 2.200 meter, bandara ini bisa didarati oleh Boeing Classic. Dan menurut bisnis kami, ini bisa didarati pesawat-pesawat propeller reguler dan non reguler juga pesawat charter dan `rotary-wing` (pesawat sayap-putar) non reguler," kata Direktur Utama Pelita Air Service Dani Adriananta dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu.
Dia menyebut bandara milik perusahaannya itu telah direvitalisasi sebagai aset yang dimiliki sepenuhnya oleh Pertamina.
Dengan kapasitas seperti itu, Dani menyebut Bandara Pondok Cabe dapat melengkapi penuhnya Bandara Soekarno Hatta dan Halim Perdana Kusuma.
"Bukan tujuan kami untuk berkompetisi. Halim akan lebih bagus kalau melayani jet-jet yang berisi 200 orang, jadi `propeller` atau jet `private` lebih bagus di Pondok Cabe," kata dia.
Pengembangan Bandara Pondok Cabe terkendala masalah akses yang belum memadai, namun rampungnya proyek MRT Jakarta dan jalan tol lingkar luar Jakarta menjadi solusi untuk masalah akses itu.
"Kalau ditarik garis lurus dari Terminal Lebak Bulus ke Pondok Cabe itu hanya empat kilometer. Itu artinya kami meyakini adanya dukungan pemerintah daerah akan membuat masalah ini bisa terjawab," kata Dani.
Dani memastikan Bandara Pondok Cabe telah bisa digunakan untuk kegiatan penerbangan, khususnya untuk melayani charter bagi sejumlah perusahaan migas, sedangkan penerbangan penumpang reguler diharapkan bisa terealisasi tahun ini.
Revitalisasi bandara itu juga telah mendorong diterbitkannya Sertifikat Bandar Udara Pondok Cabe sebagai Bandar Udara Khusus-Domestik.
Pelita Air Service saat ini mengelola tiga bandara, yakni Bandara Tanjung Warukin di Tabalong, Kalimantan Selatan; Bandara Pondok Cabe di Tangerang Selatan; dan Bandar Udara Pinang Kampai di Dumai, Riau.
Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018