Jakarta (ANTARA News) - KADIN Indonesia menilai melemahnya rupiah terhadap dolar Amerika Serikat hingga menyentuh Rp14.000 akan menguntungkan eksportir dan merupakan momentum untuk mendorong ekspor dan logistik nasional agar tidak kalah bersaing dengan negara lain.
"Dampak melemahnya Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat akan membuat eksportir senang tapi untuk importir agak menyulitkan, karena impor pakai dolar sementara menjual menggunakan rupiah sehingga ada kenaikan harga jual," kata Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia Bidang Perdagangan, Benny Soetrisno, di Jakarta, Selasa.
Hal tersebut disampaikan saat dirinya mendampingi Menteri Perhubungan, Budi Sumadi, meninjau pelabuhan logistik di Tanjung Priok, serta menjadi pembicara Forum Ekspor 500 yang merupakan wadah silaturahmi antarpelaku utama dan pihak-pihak yang berkaitan dengan pengembangan ekspor nasional, yang difasilitasi KADIN.
Menurutnya, KADIN tentu akan merespon pelemahan rupiah ini dengan mendorong anggotanya meningkatkan ekspor berbagai komoditas nonmigas serta mendorong perbaikan logistik, karena tanpa adanya logistik yang baik maka komoditas tak bisa ekspor dan tidak bisa bersaing.
KADIN, katanya, bersama Kementerian Perdagangan akan terus melakukan negosiasi ke sejumlah negara dengan tujuan untuk mempermudah bea masuk ke negara tujuan. "Kita perkirakan dengan adanya momen melemahnya rupiah terhadap dolar AS maka nilai ekspor bisa naik hingga 16 persen," katanya.
Terkait dengan sistem logistik yang terhubung dengan jasa pelayanan transportasi, dia mengatakan, memiliki peran strategis dalam mensinkronkan dan menyelarasakan kemajuan antarsektor ekonomi dan antar wilayah demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang inklusif sekaligus menjadi benteng bagi kedaulatan dan ketahanan ekonomi nasional.
Biaya logistik di Indonesia rata-rata membutuhkan 25 persen dari hasil penjualan produk manufaktur dan kondisi ini berpengaruh buruk terhadap daya saing industri nasional. Angka itu, menurut Bank Dunia, lebih tinggi dibandingkan dengan biaya logistik di Thailand sekitar 15 persen, ataupun di Malaysia dan Vietnam yang hanya 13 persen.
Tingginya biaya logistik sektor manufaktur itu merefleksikan beberapa hal, antara lain pembatasan perdagangan, prosedur izin, dan kesenjangan infrastruktur.
Pewarta: Ahmad Wijaya
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018