Temanggung (ANTARA News) - Implementasi industri 4.0 diyakini akan mendorong peningkatan pada produktivitas dan daya saing bagi sektor manufaktur nasional yang tergolong padat karya dan berorientasi ekspor.
Hal ini karena sesuai arah peta jalan Making Indonesia 4.0, salah satu langkah prioritas nasional yang perlu dijalankan adalah memacu kegiatan penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan inovasi.
“Oleh karena itu, inovasi harus didukung dengan lembaga riset yang kuat,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto melalui keterangannya diterima di Temanggung, Senin.
Airlangga menyampaikan hal itu seusai memberikan Keynote Speech pada acara Dialog Nasional yang diselenggarakan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dan Pacific Economic Cooperation Council (PECC) di Jakarta.
Menperin menjelaskan, kunjungan kerjanya ke Jerman pekan lalu, antara lain guna mempelajari tentang penerapan teknologi dan riset yang dihasilkan oleh negara tersebut dalam mendukung revolusi industri generasi keempat.
“Jerman kan merupakan salah satu negara yang dikenal sebagai sumber teknologi, dan mereka yang awalnya memperkenalkan industri 4.0,” tuturnya.
Untuk itu, Kementerian Perindustrian berminat menjalin kerja sama dengan lembaga riset ternama di Jerman, yakni The Fraunhofer Institute for Production Systems and Design Technology IPK.
“Ada empat poin yang telah disepakati untuk mengembangkan lima sektor industri di Indonesia, yang akan menjadi percontohan dalam implementasi industri 4.0,” ungkap Airlangga.
Berdasarkan Making Indonesia 4.0, lima sektor manufaktur yang akan diprioritaskan pengembangannya pada tahap awal, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian jadi, otomotif, elektronik, serta kimia.
“Sektor-sektor ini merupakan industri padat karya berorientasi ekspor. Penerapan industri 4.0 di Jerman, ternyata tidak mengurangi lapangan pekerjaan, justru banyak menyerap tenaga kerja, serta mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara,” paparnya.
Melalui Making Indonesia 4.0, salah satu aspirasi besar yang ditargetkan adalah menjadikan Indonesia masuk dalam jajaran 10 besar negara yang memiliki ekonomi terkuat di dunia pada tahun 2030, dengan mengembalikan kontribusi net export industri ke angka 10 persen dan peningkatan produktivitas tenaga kerja hingga dua kali lipat dibandingkan biaya tenaga kerja.
Kemenperin mencatat, dilihat dari kontribusinya terhadap total ekspor sepanjang tahun 2017, ekspor produk industri pengolahan merupakan yang terbesar mencapai 74,10 persen.
Selain itu, sektor industri mampu menyerap tenaga kerja sebayak 1,5 juta orang sehingga total tenaga kerja di sektor industri hingga saat ini mencapai 17 juta orang atau 14,05 persen dari jumlah angkatan kerja di Indonesia.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Ngakan Timur Antara menyampaikan, dalam rangka membangun kemampuan inovasi, peran lembaga litbang yang ada di seluruh Indonesia termasuk di bawah BPPI Kemenperin dapat menjadi penyokong utama terbentuknya ekosistem inovasi yang melahirkan riset-riset berkualitas dan memberi manfaat bagi industri.
“Guna menghasilkan inovasi yang sesuai kebutuhan di dunia industri, balai litbang Kemenperin terus berupaya menggandeng sektor swasta untuk ikut berkontribusi dalam kegiatan riset atau alih teknologi yang mendukung kemajuan sektor manufaktur nasional,” tuturnya.
Hingga saat ini, jumlah balai litbang di bawah BPPI Kemenperin sebanyak 11 Balai Besar dan 11 Balai Riset Standardisasi (Baristand) Industri. Balai-balai litbang industri tersebut telah menghasilkan 98 paten.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018