Dalam kegiatan bertajuk The Second Regional Workshop on Initiative on Addressing the Challenge of Returning Families of Foreign Terrorist Fighters (FTF) itu, BNPT menyampaikan pengalamannya dalam menangani FTF dengan pendekatan lunak selama ini.
"Workshop GTCF ini membahas berbagai isu terorisme, dan fokusnya tentang returness dan keluarga FTF. Indonesia kebetulan punya pengalaman masalah itu sehingga kami akan sharing dengan mereka," ujar Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius usai membuka workshop tersebut, Senin, dikutip dari siaran pers.
Suhardi mengungkapkan, saat ini sudah lebih 600 returness FTF dan keluarganya yang kembali dari Suriah.
"Ini menjadi ancaman tersendiri karena mereka sudah radikal sehingga kalau tidak dimonitor dan diperhatikan bisa menjadi ancaman. Apalagi tidak hanya fighter-nya saja, tapi ada keluarganya, yaitu istri dan anak sehingga harus ada penanganan khusus," katanya.
Menurut Suhardi, BNPT sudah beberapa kali memulangkan keluarga FTF dari Turki ke Indonesia. Mereka tetap ditangani secara intensif bersama stakeholder lain seperti Kementerian Sosial dan Kepolisian agar tidak merasa dimarjinalkan.
"Artinya, mereka harus disentuh dan terus dilakukan upaya untuk mereduksi tingkat radikal mereka sehingga nantinya bisa kembali di tengah masyarakat dan bisa berreintegrasi secara sosial," katanya.
Menurut Suhardi, pertemuan ini merupakan lanjutan dari forum-forum sebelumnya. Bertindak sebagai tuan rumah kegiatan ini adalah Amerika Serikat dan Belanda, sedangkan Indonesia turut menjadi pengundang.
Forum GCTF sebelumnya digelar di Abu Dhabi, Belanda, dan New York. Setelah di Bali, GCTF akan bersidang lagi di Kantor Badan PBB untuk Penanggulangan Terorisme di New York. Kepala BNPT Suhardi Alius rencananya akan hadir juga di forum itu.
Baca juga: BNPT jelaskan keberhasilan penanggulangan terorisme di KTT ASEAN-Australia
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018