"Laos sejak beberapa bulan lalu melarang ekspor kayu gelondongan dan `sound timber` karena harus diolah terlebih dahulu sebelum diekspor. Perwakilan asosiasi furnitur Laos datang ke Indonesia ke HIMKI untuk meminta bantuan," kata Sekjen HIMKI Abdul Sobur seusai penandatanganan MoU pengembangan pengolahan kayu yang digelar di Vientiane, Laos, Senin.
Menurut Abdul Sobur, permohonan bantuan itu adalah agar Indonesia dapat membantu meningkatkan kinerja pengolahan kayu mereka dalam bentuk alih teknologi dan alih keahlian.
Hal itu, ujar dia, merupakan kesempatan dan tantangan yang bagus bagi HIMKI, antara lain karena Laos dinilai memiliki kayu yang berkualitas sangat bagus selain jati, yaitu "rosewood" atau kayu merah bermotif.
Ia menyatakan, dengan demikian HIMKI akan membantu pihak Laos untuk belajar mengolah sesai prosedur dan selera yang disukai pasar global di tingkat internasional.
Rencananya, akan ada sekitar 50 orang pengusaha potensial dari Laos terkait pengolahan kayu yang akan menimba ilmu selama tiga bulan di Indonesia.
"Melihat kondisinya mungkin pelatihan itu akan diadakan setelah bulan puasa," ungkapnya.
Abdul Sobur juga memaparkan para peserta dari Laos akan disebarkan ke sebanyak 3.000 usaha yang termasuk anggota HIMKI yang terdapat di sekitar 12 provinsi di Tanah Air.
Selain itu, ujar dia, kerja sama lainnya adalah dengan penjajakan pembentukan "joint venture" dalam membangun industri pabrik pengolahan kayu di Laos.
"Mereka ingin bentuk usahanya dalam kepemilikan bersama," paparnya.
Sekjen HIMKI juga meyakini bahwa sektor pengolahan kayu Laos akan maju dalam jangka waktu 10-20 tahun mendatang.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018