Jakarta (ANTARA News) - Tambahan subsidi BBM sebesar Rp10 triliun tidak dapat dihindarkan. Hal ini karena kondisi ekonomi global mengalami perbaikan, dan harga-harga komoditi utamanya gas dan minyak mengalami kenaikan, sementara Presiden Joko Widodo mengamanatkan untuk tidak ada kenaikan tarif listrik maupun harga BBM hingga akhir 2019.
"Setiap kenaikan harga di pasar global untuk minyak akan membebani APBN kita. Biaya untuk impor minyak refinery akan meningkat. Setiap kenaikan 1 dolar AS harga minyak diperkirakan bisa menimbulkan beban subsidi Rp2,5 triliun. Hal itu tentu sangat membebani APBN. " kata ekonom Partai Hanura Sutrisno Iwantono, di Jakarta, Senin.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memastikan akan melakukan APBN Perubahan 2018 guna menambal beban subsidi BBM dengan anggaran sekitar Rp10 triliun.
Iwantono, yang mantan ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) ini mengatakan, kondisi kenaikan harga komoditi di pasar global memang memberikan dampak bagi ekonomi Indonesia. Menurut data statistik Index harga komoditi primer naik 16,9 persen antara Agustus 2017 hingga February 2018.
Kenaikan ini terutama bersumber dari harga gas alam dan minyak. Harga minyak bisa lebih dari 65 dolar per barrel pada bulan Januari 2018, merupakan harga tertinggi sejak 2015.
"Kita juga akan ada persoalan untuk subsidi listrik. Terutama jika harga batu bara di pasar global terus meningkat. Listrik kita banyak tergantung pada batu bara. Yang artinya jika tarif listrik tidak naik, pasti ada beban subsidi juga," katanya dalam keterangan tertulisnya.
Kondisi ini, katanya, memang dilematis. "Jika harga minyak dunia terus naik, katakan melesat diatas 70 dolar atau lebih per barrel, bagaimana nasib APBN kita? Menaikkan harga BBM biayanya memang tinggi, terutama bagi rakyat yang tengah mengalami kesulitan ekonomi," kata salah satu Ketua Partai Hanura ini.
Dampaknya bagi bisnis juga cukup besar, menambah biaya produksi mereka. "Kalau tidak naik darimana menutup APBN?," katanya.
Iwantono menyaran efisiensi dan membuat produktif APBN perlu di lakukan. Berbagai Departemen dan Kementerian perlu lebih efisien, jika misalnya nantinya ada pemangkasan, supaya defisit APBN kita tidak bengkak melewati angka 3 persen.
Presiden Jokowi sendiri, kata Iwantono, sebenarnya telah memberikan jalan keluar, yakni pengelolaan anggaran pemerintahan sebaiknya jangan berorientasi pada prosedur tetapi kepada hasil. Perbaikan birokrasi dan prosedur perlu disederhanakan.
Mengenai kondisi ekonomi jika rupiah melemah, Iwantono mengatgakan, pelemahan rupiah sebenarnya tidak bersumber dari dalam negeri.
Ia menjelaskan, kondisi ekonomi dalam negeri cukup kuat. Tetapi situasi global memang diluar kendali. Ada beberapa faktor, pertama membaiknya ekonomi di Amerika Serikat (AS).
Pada tahun 2018 ini IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS naik dari 2,3 persen tahun 2017 menjadi 2,8 persen tahun 2018. Pengangguran menurun dan inflasi naik.
Bersamaan dengan itu The Fed akan menaikan suku bunga beberapa kali lipat. Hal ini menyebabkan porfolio modal yang ada di Indonesia kembali ke AS, dan tentu dolar naik.
Kedua adalah perang dagang antara AS dengan China yang menimbulkan ketidak pastian ekonomi. Ketiga adalah ketegangan di Siria yang menyulut berbagai spekulasi.
Iwantono menyarankan yang terpenting saat ini adalah menjaga ekonomi dalam negeri.
Koordinasi antar Kementerian, jangan mau menang-menang sendiri, atau masing-masing merasa paling penting atau paling hebat.
Harus ada upaya serius meningkatkan kepercayaan publik. Beberapa survei menunjukan indek kepercayaan bisnis menurun sejak akhir tahun lalu hingga bulan Maret 2018 lalu.
Usahakan ini ditingkatkan.Jangan gaduh yang menimbulkan kepanikan bagi masyarakat. Kepanikan akan menjadi penyebab timbulnya berbagai persoalan yang tidak perlu.
Tahun ini adalah tahun politik. "Kita harap proses politik tidak menimbulkan kepanikan ekonomi. Kalau terjadi kepanikan ekonomi yang dirugikan adalah rakyat Indonesia. Karena itu kami menyerukan kepada seluruh komponen bangsa, termasuk partai politik agar tidak membuat kegaduhan-kegaduhan yang tidak perlu," katanya.
Misalnya janganlah membuat isu negara mau bubar karena bisa memubuat panik rakyat yang bisa berdampak pada ekonomi. Kalau ekonomi runyam yang jadi korban pasti rakyat.
"Marilah kita memberikan optimisme pada rakyat. Marilah kita berlomba-lomba melakukan aksi konkret untuk mengatasi persoalan rakyat sehari-hari. Kalau rakyat kita optimis dan kita semua bersatu, isya Allah soal-soal ekonomi dapat diatasi," demikian Iwantono.
Pewarta: Unggul Tri Ratomo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018