Surabaya (ANTARA News) - Mabes Polri meminta warganet untuk menyaring dan memilah-milah informasi terlebih dahulu sebelum membagikannya ke media sosialnya masing-masing.
"Saat ini jempol yang berperan. Harusnya warganet saring dulu, baru `sharing`. Jangan buru-buru dipencet. Oleh sebab itu perlu adanya literasi media sosial," kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Setyo Wasisto usai pembukaan diskusi publik bertema "Upaya Pencegahan Terhadap Konten Negatif pada Era Keterbukaan Publik," di Surabaya, Senin.
Setyo mengatakan, dari data Kementerian Kominfo, pengguna media sosial di Indonesia berjumlah 132 juta. Pengguna internet sebanyak 7O persen pengetahuannya menengah ke bawah. Sementara penggunaan medsos tanpa batas, tanpa izin dan tahu-tahu sudah masuk ke gawai atau ke tv.
"Kalau tidak pandai menyikapi akan terbawa arus dan kebawa perasaan. Tiba-tiba ada kejadian dibilang benar padahal belum dicek. Contoh, ada telur palsu. Harga telur saja Rp2.000 atau Rp3.000 per butir. Sementara kalau buat telur palsu berapa teknologi yang dikeluarkan untuk membuat," ujarnya.
Dia juga meminta masyarakat sebelum menggunakan teknologi perlu memperhatikan tiga hal. Pertama, adalah logika. Apakah berita itu masuk loguika atau tidak. Kedua etika, yaitu baik dan buruk.
"Kemudian adalah estekika, yakni indah atau jelek. Ketika menerima suatu berita, kalau mau disebarkan tolong diingat tiga hal," tuturnya.
Terkait banyaknya berita bohong atau hoaks saat musim Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), upaya penekanan itu harus dikembalikan lagi kepada para pengguna medsos. Jika informasi itu dirasa akan membuat masalah, membuat gaduh, kata Setyo langsung hapus saja. Pasalnya, Mabes Polri tidak akan mampu jika harus membatasi semua.
"Karena kalau Mabes Polri mau membatasi semua, kan yang main 132 juta. Belum yang di luar negeri. Kita minta lebih bijaksana, lebih memikirkan kepentingan apakah maslahat atau mudharat," katanya.
Baca juga: Perhatikan etika ini saat ber-media sosial
Pewarta: Indra Setiawan
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018