Pekanbaru, Riau (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani mengapresiasi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara DKI Jakarta menolak gugatan eks ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) untuk seluruhnya, karena melihat dari konteks menjaga negara berbasis empat konsensus dasar bernegara.
"Pengadilan sudah benar ketika melihat persoalan pembubaran HTI ini tidak dinilai hanya dari sisi hukum administrasi pemerintahan saja namun dilihat juga dari konteks menjaga negara yang berbasis empat konsensus bernegara," kata Arsul saat dihubungi di Pekanbaru, Riau, Senin.
Dia menilai putusan PTUN DKI Jakarta tersebut memberikan dampak positif bagi terjaganya keutuhan empat konsensus bernegara dan dirinya berharap apabila ada upaya hukum selanjutnya maka pengadilan yang lebih tinggi tidak mengubah keputusan sebelumnya.
Menurut Arsul, ditolaknya gugatan HTI oleh PTUN Jakarta dengan pertimbangan hukum yang terkait dengan komitmen dan penerimaan terhadap empat konsensus bernegara sebagaimana dinyatakan dalam pertimbangan putusan tersebut.
"Pertimbangan PTUN menunjukkan bahwa ketiga cabang kekuasaan di Indonesia yaitu eksekutif, legislatif maupun yudikatif punya sudut pandang dan posisi hukum yang sama terkait ormas yang menolak 4 konsensus bernegara dan hendak membawa sistem bernegara dan berbangsa lainnya," ujarnya.
Dia menilai putusan PTUN tersebut adalah langkah Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) mencabut badan hukum HTI dibenarkan oleh pengadilan.
Terkait rencana HTI yang mengajukan banding, Arsul menilai pembubaran organisasi tersebut sudah dilakukan dengan Surat Keputusan Menkumham yang digugat HTI.
"Memang tidak perlu ada eksekusi lagi karena pembubarannya sudah dilakukan dengan SK yang digugat tersebut sehingga kalau ada langkah banding, SK tersebut tetap mengikat kecuali nanti dibatalkan," ujarnya.
Baca juga: Majelis hakim PTUN tolak gugatan eks HTI
Baca juga: Eks HTI akan lakukan banding putusan PTUG
Baca juga: Jubir eks HTI tanggapi ajakan bergabung PBB
Baca juga: Ketua MPR harap HTI patuhi putusan pengadilan
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018