Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Onny Widjanarko di Jakarta, Senin, mengatakan dengan telah terbitnya Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/2018, perusahaan penyelenggara uang elektronik selain bank harus memiliki struktur kepemilikan saham dengan 51 persen dari domestik dan berbadan hukum Indonesia.
"Lima penerbit ini kepemilikannya melanggar ketentuan 49 persen-51 persen (asing-domestik). Dan mereka harus sesuaikan," kata Onny.
Sayangnya, Onny enggan merinci entitas lima penerbit "e-money" tersebut. Namun dari lima penerbit tersebut, terdapat perusahaan "e-money" dengan pangsa pasar yang besar.
"Memang ada yang lama. Akhirnya mereka harus mengajukan izin e-money baru," ujarnya.
Lima "E-Money" tersebut termasuk dalam 20 penerbit "E-Money" yang izinnya sedang diproses BI.
PBI Uang Elektronik tersebut resmi berlaku pada Jumat (4/5) lalu.
Onny mengatakan dengan aturan minimal 51 persen kepemilikan saham domestik, tidak dimaksudkan untuk membatasi bisnis penerbit asing.
"Silahkan datang ke Indonesia. Tapi mari kita tumbuh bersama," ujarnya.
Dalam aturan terbaru itu, BI juga membatasi mengenai kepemilikan tunggal dalam setiap perusahaan penyelenggara uang elektronik.
Riniciannya, BI melarang pemegang saham di setiap penyelenggara uang elektronik menjadi pengendali lebih dari satu penyelenggara uang elektronik selain bank dalam kelompok bisnis yang berbeda.
Jadi BI mengatur bisnis uang elektronik menjadi dua kelompok yang berbeda yakni "front end" yang mencakup penerbit, dompet elektronik, transfer dana, penyelenggara gerbang pembayaran dan "acquirer.
Kelompok kedua adalah "back end" yakni prinsipal, perushaan "swicthung", kliring, dan perusahaan penyelesaian akhir.
"Pemegang saham pengendali tidak boleh menjadi pengendali di luar kelompok bisnis yang berbeda. Nanti ada unsur monopoli jika begitu," ujarnya.
Selain mengenai porsi kepemilikan domestik dan juga kepemilikan tunggal, BI juga mengatur beberapa hal krusial lain mengenai uang elektronik.
Hal-hal itu antara lain penerbit uang elektronik selain bank harus memiliki minimal modal disetor sebesar Rp3 miliar. Jumlah modal disetor tersebut akan disesuaikan dalam jangka waktu selanjutnya, sesuai kepemilikan dana mengendap (floating fund) di uang elektronik tersebut.
Kemudian untuk dana mengendap uang elektronik, BI membagi dua kelompok yakni uang elektronik yang diterbitkan bank BUKU IV dan uang elektronik yang diterbitkan selain oleh bank BUKU IV.
Bagi bank BUKU IV, maksimal 70 persen dari dana mengendap (floating fund) uang elektronik wajib diinvestasikan di surat berharga atau instrumen keuangan pemerintah ataupun Bank Indonesia, dan juga rekening di Bank Indonesia. Sedangkan 30 persennya disimpan di rekening bank tersebut.
Sedangkan untuk uang elektronik yang diterbitkan selain oleh bank BUKU IV, sebanyak 70 persen dana mengendap disimpan di instrumen keuangan pemerintah dan BI, dan 30 persennya disimpan di giro Bank BUKU IV.
BI juga melarang penyelenggara uang elektronik selain bank untuk melakukan aksi korporasi yang dapat mengubah struktur kepemilikan saham pengendali. Larangan itu berlaku untuk lima tahun setelah izin diperoleh.
Baca juga: Nilai transaksi uang elektronik capai Rp1,64 triliun
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018