"Transplantasi dibutuhkan ketika organ hati mengalami kerusakan dan tidak mampu lagi berfungsi. Cara ini merupakan terapi utama pada penyakit hati kronik dan kegagalan hati," ujat spesialis bedah dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Dr.dr. Andri Sanityoso, SpPD-KGEH di Jakarta, Senin.
Gagal hati pada orang dewasa terjadi biasanya disebabkan karena sejumlah penyakit antara lain hepatitis B dan C, kanker hati dan penyakit autoimun.
Sementara pada anak-anak, kondisi ini umumnya karena kelainan bawaan semisal atresia bilier dan algille syndrome.
"Hati atau liver yang awalnya sehat kemudian terinfeksi virus hepatitis (B atau C) sehingga menjadi hepatitis kronik yang berkembang menjadi fibroris lalu sirosis. Infeksi hepatitis menjadi fibrosis itu risikonya 15-25 persen. Lalu berkembang 30 persen menjadi sirosis dan 30 persen jadi kanker hati dan inilah indikasi transplantasi hati," papar Andri.
"Pada anak penyebab terbesar adalah kelainan kongenital yakni atresia billier," imbuh dia.
Andri mengatakan, di Indonesia saat ini ada sekitar 20 juta orang menderita penyakit hati kronik dan 40 persennya berkembang menjadi sirosis (pengerasan hati).
Tindakan transplantasi hati sendiri saat ini sudah bisa dilakukan di sejumlah rumah sakit di Indonesia.
"Jumlah pasien (transplantasi hati) yang ditangani (di RSCM) sudah 47 orang sejak tahun 2010. Dari jumlah ini 6 orang pasien dewasa. Angka keberhasilannya 87 persen," tutur spesialis bedah di RSCM, dr Sastiono, SpB, SpBA, dalam kesempatan yang sama.
Baca juga: Tanya jawab soal hepatitis C
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2018