Jakarta (ANTARA News) - Pelaku pasar memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan masuk ke pasar uang apabila rupiah menembus level Rp9.200 per dolar AS, karena pada angka itu kecenderungan turun akan berlanjut, meski dolar AS di pasar regional melemah. Analis Valas PT Panin Capital, Luki Aryatama, di Jakarta, Kamis, mengatakan BI sejauh ini hanya memantau pasar dan melihat pergerakan rupiah yang saat ini sudah mencapai di atas level Rp9.100 per dolar AS. Apabila tekanan terhadap rupiah makin besar yang dipicu oleh aksi beli dolar AS oleh BUMN maupun perorangan yang membutuhkan dolar untuk sekolah anaknya, maka BI kemungkinan akan melakukan intervensi, katanya. BI, menurut dia, saat ini hanya memantau saja untuk mengetahui pergerakan rupiah sampai dimana tekanan tersebut terjadi, karena APBN sendiri menetapkan tingkat rupiah berkisar antara Rp8.900 sampai Rp9.200 per dolar AS. "Kami optimis rupiah akan sulit untuk menembus level Rp9.200 per dolar AS, karena menjelang ke angka tersebut, BI kemungkinan sudah masuk pasar melepas dolar AS, katanya. Ia mengatakan tekanan terhadap rupiah itu juga karena pengaruh melambatnya pertumbuhan ekonomi AS, akibat melemahnya pasar perumahan (housing) dan kekhawatiran atas pasar gadai AS. Selain itu, juga tingkat suku bunga rupiah terhadap dolar AS cenderung makin mengecil, setelah BI menurunkan suku bunga acuannya, BI Rate, menjadi 8,25 persen dari 8,50 persen, katanya. Ekonomi nasional, lanjut dia, sebenarnya makin membaik yang didukung BI memiliki cadangan devisa yang cukup besar untuk mencegah rupiah terpuruk lebih jauh, namun peran suplai dan demand sangat besar mempengaruhi naik turunnya rupiah. Karena itu, merosotnya rupiah dinilai hanya sementara saja dan pada saatnya akan kembali menguat, karena indikator ekonomi Indonesia bagus, seperti laju inflasi yang cenderung menurun, ucapnya. AS, menurut dia juga mengalami kelambanan pertumbuhan, yang juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Cina dan Jepang, meski Cina diisukan akan mengalami pertumbuhan pada triwulan kedua 2007 sebesar 11 persen. Apabila pertumbuhan AS melambat juga akan berpengaruh terhadap negara-negara AS, karena AS merupakan pasar ekspor negara tersebut. Dengan melemahnya ekonomi AS, maka produk Asia akan sulit diterima negara tersebut, ucapnya. Faktor utama kelesuan di pasar uang, lanjut dia, juga karena pelaku asing mulai mengurangi investasi, mereka khawatir dengan merosotnya indeks BEJ yang sempat mencapai 2.300 poin menjadi 2.200 poin lebih. "Kami ingin pemerintah dapat menggerakkan sektor riil lebih cepat untuk memicu ekonomi nasonal tumbuh dengan baik yang pada kuartal pertama 2007 mencapai enam persen," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2007