Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta komunitas perguruan tinggi untuk mengawasi penggunaan anggaran pendidikan yang setiap tahun terus mengalami peningkatan.

"Anggaran pendidikan waktu saya menjadi menteri pada 2005 hanya Rp29,5 triliun. Sekarang anggaran pendidikan Rp444 triliun. Dalam waktu 13 tahun, terjadi peningkatan anggaran yang sangat tinggi," ujar Sri dalam diskusi publik memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) di Jakarta, Senin.

Namun peningkatan anggaran yang sedemikian tinggi tersebut, tidak terlalu berdampak pada peningkatan sumber daya manusia. Sri Mulyani menjelaskan cerita yang ia dapat masih sama mulai dari anak-anak yang belum bisa memahami bacaan dan juga rendahnya skor Programme for International Student Assessment (PISA), jika dibandingkan negara tetangga yang juga memiliki anggaran pendidikan 20 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

"Untuk itu, saya mengajak perguruan tinggi untuk memikirkan masalah pendidikan kita," katanya.

Dia juga menyinggung dengan peningkatan jumlah anggaran, tunjangan untuk guru juga meningkat serta profesi guru semakin diminati. Akan tetapi masalahnya tidak meratanya distribusi dan kualitas guru, padahal secara rasio perbandingannya sama dengan negara maju yakni 1:16.

Menkeu juga menjelaskan dari Rp444 triliun anggaran pendidikan untuk tahun ini, sebanyak dua pertiga dari anggaran tersebut ditransfer ke daerah dan hanya satu pertiga ada di pemerintah pusat.

Dia berharap dengan pertemuan seperti ini, komunitas pendidikan dapat mencari solusi mengenai permasalahan yang terjadi pada sektor pendidikan. Selain itu, ia juga mempertanyakan komitmen pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas pendidikan di daerahnya karena dua pertiga anggaran pendidikan nasional ada di daerah.

Sementara itu, Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti Kemristekdikti, Ali Ghufron Mukti, mengatakan pembangunan sumber daya manusia sangat penting namun terkadang harus terkendala pada faktor keuangan terutama pada pendidikan tinggi.

"Untuk dosen berdasarkan Undang-undang, harus memiliki pendidikan pascasarjana. Saat ini jumlah dosen yang masih sarjana saja ada sekitar 31.000-an dosen. Begitu juga untuk infrastruktur, sudah sejak 10 tahun terakhir tidak ada," kata Ghufron.

Ghufron berharap Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) mendukung pemberian beasiswa untuk dosen karena mayoritas dosen berasal dari golongan menengah ke bawah. Jika diikutsertakan dalam kompetensi bebas maka akan kalah dalam persaingan.

Baca juga: Menkeu: tantangan pendidikan Indonesia bukan pada anggaran

Pewarta: Indriani
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018