Jakarta (ANTARA News) - Tim kuasa hukum Menteri Hukum dan HAM menilai fakta-fakta yang muncul dalam persidangan gugatan pencabutan badan hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta, selama ini memperkuat posisi hukum pemerintah.
"Berdasarkan fakta-fakta dan bukti-bukti yang ada dalam persidangan selama ini, memperkuat posisi Menteri Hukum dan HAM," ujar anggota tim kuasa hukum Menkumham Achmad Budi Prayoga dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu.
Budi Prayoga menyatakan fakta-fakta yang muncul dalam persidangan menepis anggapan yang selama ini beredar, antara lain bahwa keputusan pencabutan status badan hukum perkumpulan HTI tidak sah, pemerintah melarang kegiatan dakwah yang dilakukan HTI, dan telah terjadi kesewenang-wenangan.
Ia menekankan latar belakang pencabutan status badan hukum HTI sesuai Hukum Tata Negara.
Budi Prayoga juga menyampaikan, bahwa pemerintah tidak mempersoalkan atau melarang dakwah-dakwah yang dilakukan HTI selama ini, sebagai sebuah ajaran Islam.
Namun, kata dia, pencabutan badan hukum HTI karena perkumpulan itu memiliki ideologi dan tujuan yang sama dengan Hizbut Tahrir yang telah dibubarkan di berbagai negara.
"Hizbut Tahrir itu memiliki arti harafiah Partai Pembebasan yaitu semuanya bertujuan politis untuk merebut kekuasaan demi mewujudkan negara trans-nasional Islam dan menegakkan khilafah," ujarnya.
Menurut Budi Prayoga, salah seorang saksi fakta yang dihadirkan eks HTI selaku Penggugat, yakni Farid Wadjdi pernah menyampaikan bahwa apabila negara Khilafah tegak, maka Pancasila menjadi tidak ada.
Anggota tim kuasa hukum Menkumham lainnya Hafzan Taher menyatakan bahwa sebelum pemerintah mencabut status badan hukum HTI, perkumpulan HTI telah melakukan upaya-upaya untuk mendirikan negara trans-nasional Islam serta mengembangkan dan menyebarluaskan suatu paham atau sistem yang bertentangan dengan Pancasila.
Hal itu terbukti dari kegiatan-kegiatan HTI berupa video, bulletin, matriks dan juga hal-hal yang telah disampaikan para ahli dan saksi.
Padahal, kata Hafzan, berdasarkan Pasal 37 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Pancasila selaku ideologi negara, pembukaan UUD 1945 serta bentuk Negara Republik Indonesia, tidak dapat diubah.
Sebelumnya kuasa hukum Menkumham lainnya I Wayan Sudirta juga nenyatakan tidak ada tindakan sewenang-wenang dari pemerintah atas pencabutan badan hukum HTI, sebab pencabutannya berdasarkan Perppu yang berlaku.
"Segalanya sesuai dengan aturan yang berlaku dan kaidah Hukum Administrasi Negara," jelas Sudirta.
Pada Senin (7/5), PTUN akan membacakan putusan sidang gugatan yang diajukan eks HTI atas pencabutan badan hukum perkumpulan tersebut. HTI dibubarkan sesuai dengan surat keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU -30.AHA.01.08.2017 tentang pencabutan keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-00282.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian perkumpulan HTI.
Perkara TUN dengan No.211/G/201/PTUN.JKT ini dipimpin oleh Hakim Ketua Tri Cahya Indra Permana SH MH, Hakim Anggota Nelvy Christin SH MH dan Roni Erry Saputro SH MH, serta Panitera Pengganti Kiswono SH MH.
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018