Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami terkait penerimaan suap oleh calon Gubernur Sulawersi Tenggara Asrun sebesar Rp2,8 miliar terkait kasus pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kota Kendari Tahun 2017-2018.
Terkait hal itu, KPK pada Jumat memeriksa Asrun yang juga mantan Wali Kota Kendari itu sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
"Penyidik masih terus mendalami penerimaan-penerimaan oleh tersangka Asrun, salah satunya penerimaan sebesar Rp2,8 miliar dari pengusaha atau tersangka Hasmun Hamzah, Direktur Utama PT SBN," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat.
Selain Asrun, KPK juga telah menetapkan tiga tersangka lainnya dalam kasus itu antara lain Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra, swasta yang juga mantan Kepala BPKAD Kota Kendari Fatmawati Faqih, dan Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara (SBN) Hasmun Hamzah.
Asrun pun sempat mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, namun ditolak.
Uang suap sekitar Rp2,8 miliar dalam pecahan Rp50 ribu itu rencananya akan diberikan kepada Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra.
Diduga uang tersebut juga untuk kepentingan biaya logitik Asrun yang merupakan ayah dari Adriatma dan juga calon Gubernur Sulawesi Tenggara.
Wali Kota Kendari diduga bersama-sama pihak menerima hadiah dari swasta atau pengusaha terkait pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kota Kendari Tahun 2017-2018 senilai total Rp2,8 miliar.
Diduga PT SBN merupakan rekanan kontraktor jalan dan bangunan di Kendari sejak 2012. Pada Januari 2018 ini, PT SBN memenangkan lelang proyek Jalan Bungkutoko - Kendari New Port dengan nilai proyek Rp60 miliar.
Dugaan penerimaan uang atau hadiah oleh Wali Kota Kendari melalui pihak lain tersebut diindikasikan untuk kebutuhan kampanye Asrun sebagai calon Gubernur Sulawesi Tenggara pada Pilkada Serentak 2018.
Untuk diketahui, Asrun merupakan calon Gubernur Sultra dalam Pilkada 2018 berpasangan dengan Hagua. Pasangan itu diusung PAN, PKS, PDI-Perjuangan, Partai Hanura, dan Partai Gerindra.
Sementara itu, juga teridentifikasi bahwa sandi yang digunakan dalam suap tersebut adalah "koli kalender" yang diduga mengacu pada arti uang Rp1 miliar.
Sebagai pihak yang diduga penerima Adriatma, Asrun, dan Fatmawati disangkakan melanggar Pasal 11 atau pasal 12 huruf a atau huruf b UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan diduga pihak pemberi Hasmun disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018