Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi VII DPR RI Ihwan Dati Adam mendukung rencana Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah merelokasi Taman Hutan Raya (Tahura) Poboya Palu yang dianggap sudah tidak layak.
"Tahura Poboya sudah tidak layak lagi, lalu apa yang harus dipertahankan seperti itu," kata Ihwan di Jakarta, Jumat.
Ihwan mengaku telah melakukan pemantauan langsung ke lokasi terkait kondisi terbaru Tahura Poboya bersama salah satu pimpinan Komisi VII DPR RI bersama rombongan pada April 2018.
Saat kunjungan itu, Ihwan mengungkapkan masyarakat sekitar sempat menghadang rombongan DPR RI yang dikira akan menutup aktivitas pertambangan di sekitar Tahuran Poboya.
Ihwan menuturkan rombongan DPR RI menjelaskan maksud dan tujuan mendatangi Tahura Poboya kepada masyarakat guna melihat lebih dekat kondisi taman hutan raya itu.
Diungkapkan politisi Partai Demokrat itu, kondisi Tahura Poboya sudah tidak layak sehingga perlu dicarikan solusi dengan mengakomodasi masyarakat setempat dan seluruh komponen.
Ihwan menjelaskan pemerintah daerah setempat dan pemangku kepentingan lainnya harus duduk bersama dengan masyarakat guna memisahkan kawasan yang masuk tahura dan pertambangan.
Ihwan juga menyatakan pemerintah daerah setempat harus memberikan izin pertambangan secara legal dan pengawasan sesuai aturan guna menambah pendapatan daerah.
"Harus duduk bersama pemda harus melaporkan yang sebenarnya karena sudah Tahura Poboya sudah tidak layak artinya harus digeser cari lokasi lain sehingga ada solusi di sana," ujar Ihwan.
Sementara itu, Gubernur Sulewasi Tengah Longki Djanggola menjelaskan sejumlah kawasan di Poboya masuk kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Palu Sulawesi Tengah.
Kawasan konservasi itu awalnya melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 461/Kpts-II/1995 yang berisi perihal perubahan fungsi cagar alam Poboya seluas 1.000 hektare, Hutan Lindung Paneki seluas 7.000 hektare dan Lokasi PPN XXX 1990 seluas 100 hektare menjadi Tahura diberi nama sementara Taman Hutan Raya Palu.
Pada 1997, terbit Keputusan Gubernur Nomor : 522.4/233/Kanhut/1997 tertanggal 19 Mei 1997 tentang penetapan luasannya sebesar 7.128 hektare yang dikuatkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 24/Kpts-II/1999 tertanggal 29 Januari 1999.
Blok I Poboya, menurut Longki, tidak kurang dari 25.000 hektare milik salah satu perusahaan sedangkan luas lahan yang bersinggungan dengan Tahura sekitar 5.000 hektare.
Dari luas itu sekitar 2.600 hektare dipastikan mengandung deposit emas dengan cadangan sebanyak sejuta ton hingga delapan tahun mendatang kemudian masyarakat lokal diupayakan memiliki hak ulayat.
Sebagai kepala daerah, Longki mendukung operasional perusahaan tersebut dan masyarakat setempat memiliki mata pencaharian.
Longki juga membicarakan dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral guna melokalisasi sejumlah penambang tradisional sesuai undang-undang dan aturan lainnya yang berlaku.
Bahkan Longki membuat hutan kemasyarakatan pada wilayah tertentu yang ditanami tanaman komersial seperti kemiri, cendana dan buah nangka yang dikelola untuk usaha ekonomi masyarakat.
Terkait adanya masyarakat yang bersikukuh menambang secara tradisional, Longki menyebutkan lantaran masyarakat tersebut hanya mengandalkan penghidupan dari kegiatan menambang.
"Oleh karena itu pemda akan membina mereka sesuai dengan tata cara menambang yang aman tanpa mengenyampingkan haknya," ucap Longki.
Sebelumnya, Ketua Komisi VII DPR RI yang membidangi Energi dan Sumber Daya Mineral Gus Irawan Pasaribu menyatakan Tahura Poboya Palu saat ini sudah tidak memiliki hutan lagi.
"Kawasan Tahura Poboya tersebut sudah tidak layak lagi disebut sebagai taman hutan raya karena ternyata hutannya sudah tidak ada. Disebut Tahura tapi tidak ada hutan," ungkap Irawan seraya menambahkan DPR berencana untuk memindahkan lokasi Tahura tersebut ke lokasi lain.
Pewarta: Taufik Ridwan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018