Jakarta (ANTARA News) - Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (K-SBSI) mengatakan pemeritnah harus memiliki peta jalan ketenagakerjaan untuk menghadapi risiko perubahan jenis pekerjaan pada Industri 4.0.
"Pemerintah selama ini belum memiliki peta jalan yang jelas bagaimana menghadapi risiko perubahan ke depan dalam era digitalisasi ini. Semuanya masih tumpang tindih antar lembaga," kata aktivis K-SBSI, Andy Williams Sinaga, di Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan Indonesia memiliki peluang dalam menghadapi era digitalisasi ini, yang menurut McKinsey Global Institute (2012), Indonesia membutuhkan sekitar 58 juta tenaga kerja terampil untuk menjadikan ekonomi Indonesia peringkat ke-7 pada 2030 mendatang.
Namun sayangnya 60 persen dari 128 juta angkatan kerja Indonesia saat ini adalah lulusan SD dan SMP.
Oleh sebab itu menurut dia harus ada perubahan besar dalam sektor pendidikan dan pelatihan kerja. Selama ini menurut dia pendidikan di Indonesia masih sangat formal, belum fokus dengan kemampuan dan keahlian dari masing-masing peserta didik.
Presiden Jokowi pun telah menerbitkan Inpres Nomor 9/2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menegah Kejuaran agar dapat menghasilkan lulusan yang memiliki daya saing tinggi.
Dia menyarankan ada pendidiran akademi komunitas dan meningkatkan kapasitas Balai Latihan Kerja, serta pemerintah membuat pemetaan wilayah industri dalam negeri.
Dia juga memprediksi beberapa sektor industri yang siap menghadapi revolusi Industri 4.0, di antaranya industri tekstil dan industri pakaian, dimana pasar domestik regional cukup besar. Kemudian pasar makanan-minuman, elektronik, serta otomotif.
Namun sayangnya akses terhadap bahan mentah masih kurang dan kebanyakan bahan-bahan tersebut masih impor.
Pewarta: Aubrey Fanani
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018