Jakarta (ANTARA News) - Pemanfaatan Minyak Sawit Mentah (CPO) sebagai Bahan Bakar Nabati (BBN/biofuel) hanya sebagai batu loncatan sebelum bahan baku BBN dari jarak pagar (jatropha curcas) siap untuk dikomersialisasi. "CPO memang hanya batu loncatan. Setelah jarak pagar bisa berkembang baik, kita pindah ke jarak pagar," kata Deputi Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam BPPT Jana T Anggadiredja di sela Gelar Teknologi Industri Kelapa Sawit dari Hulu hingga Hilir di Jakarta, Rabu. Jana mengakui bahwa program biosolar yang dimaksudkan untuk mengurangi beban subsidi pemerintah akan bahan bakar fosil, menjadi macet, akibat meroketnya harga CPO di pasar dunia. "Kita kan baru beberapa tahun ini mengembangkan jarak pagar jadi memang belum siap, misalnya bibitnya belum dapat yang paling bagus untuk dikembangkan, sementara CPO kan sudah siap untuk dipanen," katanya. India, ia mencontohkan, sudah memiliki bibit yang bagus untuk ditanam secara massal sehingga menghasilkan biofuel dalam jumlah besar dalam waktu pendek. "Kami sudah pernah membawa bibit itu ke Indonesia, tetapi ternyata ketika ditanam di sini hasilnya tidak bagus, karena beda jenis tanah dan iklimnya, di sini tropis dan di sana subtropis. Kita harus riset sendiri untuk hasilkan benih jarak yang bagus," katanya. Sementara itu, petugas Layanan Teknis Pemasaran BBM Pertamina, Abdullah, menerangkan kepada Menristek yang mengunjungi stand pamerannya, bahwa sekarang Pertamina sudah mengurangi persentase biosolar (biodiesel) yang dijualnya dari sebelumnya lima persen menjadi 2,5 persen saja. "Sejak harga CPO naik, Pertamina rugi miliaran rupiah dalam program biosolar. Jadi campuran biosolar dari semua solar yang dijual di seluruh SPBU Pertamina di Jakarta diturunkan jadi hanya 2,5 persen," katanya. Meski rugi, ujarnya, pihaknya tetap mendukung program biosolar pemerintah dan sudah memiliki perjanjian dengan dua produsen CPO untuk menggunakan biosolar ini sehingga Pertamina tetap menjual solar dengan kandungan biosolar 2,5persen. Kerugian menurut dia karena Pertamina harus menjual solar dengan harga subsidi yakni Rp4.300 per liter sementara campuran biosolar 2,5 persen harus dibeli dengan harga Rp6.800-7.200 per liter. Ia menyebutkan, total konsumsi biosolar di seluruh SPBU Pertamina di Jakarta mencapai 1.530 kilo liter per hari atau 46.100 kilo liter per bulan, sedangkan di kota lain yang sudah menggunakan biosolar hanya di 15 SPBU di Surabaya. Gelar Teknologi Industri Kelapa Sawit yang berlangsung dua hari itu (18-19/7) juga memamerkan berbagai stand instansi, lembaga dan perusahaan yang bergerak di bidang kelapa sawit, dari mulai penelitian benih, pabrik pengolahan sawit menjadi biodiesel hingga produk turunan CPO lainnya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007