Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah terhadap dolar AS di Pasar Spot Antar Bank Jakarta, Rabu, merosot tajam menembus level Rp9.100 per dolar AS, karena pelaku makin gencar melepas rupiah dan membeli dolar AS. Nilai tukar rupiah melemah mencapai Rp9.115/9.120 per dolar AS dibanding penutupan hari sebelumnya Rp9.050/9.056 atau melemah 65 poin. Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib di Jakarta mengatakan, pasar uang domestik didominasi aksi lepas rupiah yang berlangsung sejak tiga hari lalu menyeret mata uang lokal itu menembus level Rp9.100 per dolar AS. Rupiah masih diliputi sentimen positif, karena Bank Indonesia (BI) sampai saat ini masih berdiam diri hanya mengamati pergerakan pasar, meski rupiah terus terpuruk hingga di atas angka Rp9.100 per dolar AS, katanya. Rupiah, lanjut dia makin sulit untuk menguat, karena pasar modal Indonesia yang biasanya memberikan sentimen positif dengan aktifnya investor asing membeli saham saat in sedang mengalami tekanan pasar, akibat aksi profittaking oleh pelaku pasar. Bahkan Bank sentral Jepang (Boj) dalam pertemuan dua hari memutuskan untuk tidak menaikkan suku bunganya meski yen terus terpuruk hingga di atas level 120 yen. Sebelumnya Boj berencana menaikkan suku bunga untuk menahan yen yang terpuruk, katanya. Peluang rupiah, menurut dia untuk kembali menguat sebenarnya ada, apalagi dolar AS di pasar regional melemah terutama terhadap euro dan sterling. Namun rupiah ini memang aneh dalam kondisi dolar AS melemah, rupiah di pasar domestik makin terpuruk hingga di atas Rp9.100 per dolar AS, ucapnya. Menurut dia, rupiah tertekan terutama disebabkan menguat harga minyak mentah dunia dan melemah pasar saham regional. Pelaku lokal cenderung membeli dolar AS untuk memenuhi kebutuhan terutama dalam membayar hutang yang sudah jatuh tempo, katanya. Sementara itu dolar AS terhadap poundsterling melemah 2,0487 dari sebelumnya 2,0470, dolar AS terhadap yen menjadi 122,05 dibanding 122,20, euro naik satu inch menjadi 1,3793. Pelaku pasar saat memfokuskan diri terhadap pertemuan enam bulan Bank Sentral AS (The Fed) sebelum kongres dan juga data harga konsumen AS, katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007