Musisi dan aktris jebolan Universitas Oxford ini menikmati ketegangan tenggat waktu. Namun tenggat waktu hanya terasa seru ketika berlaku di bidang akademik dan dalam suasana sekolah. Bagi aktris yang namanya melejit sejak membintangi "Untuk Rena", hal yang sama tidak berlaku untuk aktivitasnya di dunia seni.
"Aku senang sekolah karena ada stuktur, ada deadline, tapi begitu sifatnya kreatif, beda cerita lagi karena benaran harus mengikuti mood dan sebagainya," kata Maudy dalam peluncuran buku "Dear Tomorrow" di Jakarta, Senin.
Digarap selama setahun lamanya, gadis 23 tahun ini akhirnya debut sebagai seorang penulis. Buku "Dear Tomorrow" berisi gabungan esai pendek, daftar lagu, puisi dan kutipan sesuai tema: hidup, cinta hingga cita-cita.
Ketika pikirannya mandek, Maudy menghadirkan sendiri tenggat waktu itu dengan memboyong editor bukunya yang berdomisili di Yogyakarta untuk datang ke rumahnya di Jakarta.
Baca juga: "Dear Tomorrow", buku perdana Maudy Ayunda
Kehadiran sang editor membuatnya merasa ada tenggat waktu yang nyata dan secara otomatis mendorong Maudy untuk terus menulis. Dia juga bebas bertukar pikiran selama proses penggarapan novel.
"Serunya adalah kami punya selera makanan yang sama, jadi pesan makanan banyak, kerjaannya nulis dan juga banyak makannya," seloroh Baiq Nadia, editor "Dear Tomorrow".
Maudy mengungkapkan, keduanya berada di tempat yang sama sambil mengerjakan pekerjaan masing-masing. Ada kalanya ia akan berhenti sejenak untuk berdiskusi dengan sang editor, kemudian kembali bekerja.
"Seperti focus group discussion, tapi isinya cuma kita berdua," timpal Maudy.
"Dear Tomorrow" berisi gagasan penuh makna dari Maudy Ayunda yang dikemas secara ringan. Sebelumnya, "Dear Tomorrow" edisi spesial yang dilengkapi tanda tangan Maudy Ayunda sudah ludes dalam waktu 36 jam sejak diumumkan.
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018