Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah, Rabu pagi, melemah mendekati level Rp9.100 per dolar AS menjadi Rp9.079/9.080 dibanding dengan penutupan hari sebelumnya Rp9.050/9.056 atau melemah 20 poin. "Rupiah yang cenderung melemah secara perlahan-lahan terus mendekati level Rp9.100 per dolar AS, karena aksi lepas mata uang lokal itu berlanjut," kata Analis Valas PT Bank Saudara, Ruri Nova, di Jakarta. Ia mengatakan rupiah tertekan setelah pasar saham regional melemah menjelang keluarnya data ekonomi China yang dikhawatirkan akan memperlihatkan inflasi yang meningkat dan isu kebijakan pengetatan baru. Karena itu, China diperkirakan akan segera menaikkan tingkat suku bunga untuk menekan inflasi yang makin menguat, katanya. Menurut dia, apabila China jadi menaikkan suku bunganya, langkah tersebut akan memberikan sentimen positif pasar terhadap pasar uang, khususnya rupiah yang akan kembali menguat. "Rupiah masih punya ruang untuk kembali di level Rp9.000 per dolar AS, namun kenaikan suku bunga itu itu masih dalam rencana," katanya. Faktor utama yang menekan rupiah, lanjut Ruri Nova, karena harga minyak dunia yang menguat hingga menekan rupiah yang seharus bisa menguat sejalan dengan melemahnya dolar AS di pasar regional. Namun pelaku lokal cenderung membeli dolar AS untuk memenuhi kebutuhan terutama dalam membayar hutang yang sudah jatuh tempo, katanya. "Kami juga masih memfokuskan diri terhadap pasar gadai AS yang berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi AS, bahkan bank sentral AS (The Fed) memberi tanda keseriusan mereka menanggapi pasar gadai itu," tambahnya. AS, menurut dia merupakan pasar utama bagi produk negara-negara Asia, apabila pertumbuhan ekonominya melemah dikhawatirkan akan memukul pendapatan mereka. Hal ini terlihat seperti dolar AS terhadap poundsterling melemah 2,0487 dari sebelumnya 2,0470, dolar AS terhadap yen menjadi 122,05 dibanding 122,20, euro naik satu inch menjadi 1,3793. Pelaku pasar juga sedang memfokuskan diri terhadap pertemuan enam bulan Bank Sentral AS (The Fed) sebelum kongres dan juga data harga konsumen AS. (*)

Copyright © ANTARA 2007