Bandarlampung (ANTARA News) - Bangkai dua ekor gajah liar anggota kelompok "Davit Cang" yang kedapatan telah mati dan kondisinya sudah membusuk ditemukan warga di Pekon (Kampung) Ulu Semong, Kecamatan Ulu Belu, Kabupaten Tanggamus (Lampung) beberapa hari lalu, kini telah dibawa ke Kota Bandarlampung untuk diotopsi.
"Tapi hanya bagian tubuh tertentu yang diperlukan untuk melakukan otopsi kedua bangka gajah liar yang mati itu dibawa ke Bandarlampung untuk pemeriksaan oleh dokter ahlinya," kata Kepala Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Lampung, Ir Agus Haryanta, di Bandarlampung, Selasa malam.
Menurut Agus, petugas terkait dengan beberapa dokter ahli tengah melakukan otopsi, untuk dapat memastikan penyebab kematian kedua ekor gajah liar itu.
"Mudah-mudahan bisa cepat diketahui hasilnya, ya paling tidak dalam satu atau dua hari mendatang," ujar Agus pula.
Dia mengaku belum berani menduga-duga penyebab kematian dua dari enam ekor kawanan gajah liar Davit Cang yang selama ini dikenal warga sekitar hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) di Lampung Barat dan Tanggamus ganas, antara lain telah menimbulkan enam warga tewas akibat amukannya sejak tahun 2006 lalu.
"Sulit menduga-duga, apalagi mengaitkannya dengan kemungkinan mati karena diracun oleh warga yang kesal dengan ulah kawanan gajah liar itu," ujar Agus lagi.
Dia berharap, hasil otopsi itu dapat membuktikan secara ilmiah penyebab kematian kedua ekor gajah liar itu, termasuk kemungkinan mati diracun atau karena sakit dan sebab lainnya.
Agus Haryanta membenarkan, kawanan gajah liar itu salah satunya telah dipasangan satellite-collar di tubuhnya sehingga dapat terlacak dan terdeteksi gerakan dan aktivitasnya setiap saat oleh petugas yang memonitornya.
Namun belum diketahui apakah diantara dua ekor gajah liar yang mati itu, salah satunya adalah Davit Si Pincang (Davit Cang), seekor gajah jantan besar yang salah satu kakinya pincang. Tapi dipastikan gajah yang mati itu bukan yang dipasangi pelacak satelit di tubuhnya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007