Jakarta (ANTARA News) - PT PLN berkomitmen akan terus melakukan upaya efisiensi demi menjaga atau bahkan supaya dapat menurunkan tarif listrik, salah satu langkah yang dilakukan adalah dengan mengurangi penggunaan "temporary power", khususnya pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD).
Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka di Jakarta, Jumat, mengatakan bahwa upaya itu telah dituangkan dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN Periode 2018 s.d. 2027. Keberadaan pembangkit berbasis bahan bakar minyak (BBM) hanya tinggal 0,4 persen.
Selebihnya, PLN akan mengoptimalkan energi dari batu bara 54,4 persen, energi baru terbarukan 23 persen, dan gas sekitar 22,2 persen.
"Kami upayakan menekan biaya pokok produksi dengan memangkas PLTD yang memang sudah bisa digantikan sumber lain. Itu seperti di wilayah Sumatera yang tengah dibangun transmisi lintas Sumatera," kata Suprateka.
Menurut Suprateka, PLTD tetap digunakan tetapi difokuskan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di wilayah 3T (terpencil, terluar, tertinggal) karena tidak terjangkau oleh transmisi pembangkit bertenaga yang murah, seperti PLTU.
Efisiensi terus digencarkan PLN salah satunya dengan memangkas ongkos produksi yang tinggi, terlebih harga minyak tidak menentu ditambah juga biaya distribusinya sangat mahal, seperti ke Papua.
PLN memproyeksikan pada tahun ini konsumsi BBM masih mencapai sekitar 3.000.000 kiloliter. Pada tahun 2022, penggunaan BBM akan makin berkurang menjadi sekitar 500.000 kiloliter.
Terkait dengan jumlah PLTD yang akan dipangkas, Suprateka menjelaskan bahwa acuan efisiensi berdasarkan RUPTL.
"Namun, jika bisa lebih tinggi lagi, itu tentu akan dilakukan karena biaya BBM untuk PLTD sangat mahal. Tujuannya tentu menjaga bahkan untuk menurunkan tarif listrik," jelas Suprateka.
Langkah PLN memangkas "temporary power" berbasis PLTD ini tentunya akan berimbas kepada para pelaku usaha kelistrikan yang fokus di PLTD, seperti PT Sumberdaya Sewatama, PT Aggreko Energy Services Indonesia, dan PT Kaltimex Energy yang sejak awal bergerak pada penyediaan jasa penyewaan "temporary power" atau genset baik untuk PLN maupun swasta.
Pengamat kelistrikan dari Universitas Indonesia Iwa Garniwa menilai berkurangnya penggunaan pembangkit berbasis BBM lantaran biayanya makin mahal.
Pembangkit listrik menggunakan BBM tidak efisien lagi sehingga industrinya (PLTD) juga makin menurun, kata Iwa.
Meski dilakukan efisiensi, Iwa menjelaskan bahwa PLTD masih tetap dibutuhkan karena tergantung pada kebutuhan masyarakat.
Selain itu, untuk beberapa wilayah terpencil dan pembangkit bergerak, PLTD dinilai lebih efektif dan efisien.
"Dengan geografi Indonesia, keberadaan PLTD tidak mungkin dihilangkan. Di beberapa wilayah yang terbatas dan sulit dijangkau PLTD tetap lebih menguntungkan," kata Iwa.
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018