"Dengan ini transparan semua untuk masyarakat, masyarakat tidak perlu memusingkan teknologinya apa, yang penting masyarakat bayar pajak, sudah," ujar dia usai peluncuran aplikasi tersebut di Jakarta, Jumat.
Dengan teknologi "blockchain", ucap Rudiantara, masyarakat dapat mengetahui pajak yang dibayarkan pasti sampai kepada bank dan juga dicatat di kantor pajak.
Ia berpendapat masyarakat tidak perlu merisaukan teknologi "blockchain" apabila dirasa membingungkan, melainkan melihat dari sisi pemanfaatan teknologi untuk hal yang lebih baik.
Selama ini, pembayaran pajak hanya kantor pajak dan wajib pajak, dengan "blockchain" tidak hanya antarwajib pajak dan kantor, tetapi juga dengan bank untuk memastikan uang sudah masuk.
Rudiantara menuturkan teknologi "blockchain" sebelumnya direncanakan diadopsi di Indonesia untuk perbankan, tetapi ternyata lebih dulu untuk keperluan pajak.
"Tadinya saya berpendapat bahwa ini pertama antarperbankan, sekarang aplikasi pajak. Tidak ada bedanya lebih aman karena ada enkripsi data dan lebih terdistribusi. Data banyak terbuka di mana-mana," tutur Menkominfo.
Selain masyarakat, Rudiantara menilai teknologi "blockchain" untuk pajak manfaatnya akan lebih dirasakan oleh perusahaan yang memiliki kewajiban melapor lebih banyak.
"Yang penting manfaatnya untuk masyarakat lebih mudah, tidak ribet terutama korporasi. Individu biasanya setiap Maret, perusahaan setiap bulan lapor mengurusi dokumen banyak," ujar dia.
Sejak 2015, OnlinePajak sebagai aplikasi alternatif Direktorat Jenderal Pajak telah membantu lebih dari 500 ribu wajib pajak.
OnlinePajak tercacat telah mengelola Rp43 triliun atau sekitar 3 persen dari penerimaan pajak di akhir tahun 2017.
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018