Miranshah (ANTARA News)- Gerilyawan pro Taliban Selasa menolak mentah-mentah usaha pemerintah Pakistan untuk menyelamatkan satu perjanjian perdamaian di satu daerah suku yang tegang, dan meledakkan dua pos pemeriksaan keamanan dalam satu tanda tantangan. Pemberontak menyebarkan pamflet-pamflet dari sebuah mobil Senin malam di Waziristan Utara mengatakan mereka telah membatalkan perjanjian 10 bulan karena pemerintah membangun pos-pos pemeriksaan baru dan tidak memberikan uang ganti rugi bagi setiap operasi tentara. Tindakan itu meningkatkan kekuatiran keamanan setelah para pembom bunuh diri di daerah-daerah terdekat menewaskan 70 orang akhir pekan lalu, agaknya sebagai pembalasan atas serangan militer terhadap pemberontakan di Masjid Merah di Islamabad pekan lalu. "Kami setuju dengan perjanjian perdamaian dengan pemerintah untuk perlindungan pada rakyat. Kini kami membatalkan perjanjian perdamaian itu lagi demi rakyat," kata pamflet itu, satu kopi diperoleh AFP. Pernyataan, yang ditandatangani Taliban Shura (Dewan Taliban), memperingatkan pasukan paramiliter suku dan para pedagang yang memasok pasukan tidak bekerjasama dengan pasukan pemerintah atau "jika tidak mereka akan menjadi sasaran-sasaran kami." Pernyataan itu juga mengatakan para pemuka suku dan yang lainnya "tidak akan melakukan pertemuan dengan pemerintah, jika mereka tidak bertanggungjawab." Senin petang satu pos pemeriksaan paramiliter dihancurkan akibat ledakan di pasar Miranshah, kota utama di Waziristan Utara, dan beberapa jam kemudian sebuah pos pemeriksaan lainnya meledak dekat satu gedung pemerintah. Tidak ada korban, kata para pejabat. Ribuan orang sudah mengungsi dari daerah itu kuatir aksi kekerasan lebih jauh di daerah itu, di mana para gerilyawan telah meledakkan toko-toko musik dan pangkas rambut dalam usaha untuk memberlakukan hukum Islam. Pihak berwenang Pakistan telah meningkatkan usaha-usaha untuk mendukung perjanjian perdamaian itu sejak Taliban mundur Sabtu. Pemerintah mengirim dua wakil pemerintah ke daerah itu, Senin tapi mereka pulang dengan tangan kosong ke Peshawar, ibukota Provinsi Perbatasan Baratlaut, di mana masalah-masalah di daerah suku itu diawasi, demikian AFP.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007