"Sebenarnya produksi tenunan bisa ditingkatkan dalam jumlah banyak tetapi mau dipasarkan kemana. Sampai saat belum menemukan penampung atau agen pemasaran ke luar daerah," kata Pembina kelompok tenun tradisional Muna Barat Waode Maesina (53) di Kendari, Kamis malam.
Hasil tenunan berupa sarung, baju, celana dan rok hanya diperjual belikan untuk kebutuhan lokal dalam jumlah terbatas sehingga penenun tidak menghasilkan produksi maksimal.
Satu lembar sarung motif lokal membutuhkan waktu pengerjaan empat hari, sedangkan baju dengan motif yang bervariasi dikerjakan hingga 10 hari.
Harga satu lembar sarung Rp250.000, satu lembar baju yang bermotif menarik dipasarkan seharga Rp400.000 hingga Rp700.000 sedangkan rok relatih terjangkau seharga Rp200.000 per lembar.
Selain kesulitan pemasaran karena tidak ada penampung yang membangun jaringan penjualan ke luar daerah juga pelaku usaha tenun tradisional membutuhkan dukungan modal usaha untuk pengadaan bahan baku dan insentif tukang tenun.
"Tahun 2017, pengelola/pendamping bersama tukang tenun mengikuti pameran tenun tradisional di Jakarta dan Manado. Melalui pameran tersebut diharapkan tenunan Muna Barat makin di ikenal luas hingga akhirnya memutuskan membeli atau ada yang bersedia menjadi distributor di daerah masing-masing," katanya.
Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Sultra Hery Alamsyah mengapresiasi tekad kelompok tenun tradisional Kabupaten Muna Barat yang terus memproduksi sarung, baju, rok dan lain lain walaupun hanya untuk penjualan lokal.
"Dinas Koperasi dan UKM sudah ikut berupaya mencari peluang pemasaran tenunan tradisional Sultra melalui pameran produk industri kecil di sejumlah daerah di Indonesia. Manfaatnya belum dirasakan sekarang tetapi di masa-masa mendatang menjadi peluang yang menjanjikan," kata Hery.
Pewarta: Sarjono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018