"Tadinya itu adalah lokasi penambangan yang disebut masyarakat penambangan kuari dan galian C. Waktu mereka gali ditemukan bata-batu dan karena itu kita melakukan penelitian untuk mengetahui apa itu bata kuno atau baru," kata Ketua Tim Teknis sekaligus Arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumatera Barat, Nedik Tri Nurcahyo, kepada Antara dari Pekanbaru, Kamis.
Arkeolog senior yang juga pengkaji Pelestari Cagar Budaya pada BPCB Sumatera Barat itu menjelaskan, tim gabungan yang juga melibatkan 10 staf Dinas Kebudayaan Provinsi Riau dan delapan penduduk setempat, mulai mengekskavasi sejak 23 April. Lokasi penelitian berjarak 135 kilometer dari Kota Pekanbaru, tepatnya 1 kilometer arah selatan Candi Muara Takus dan 300 meter dari jembatan Sungai Sati, yang merupakan anak Sungai Kampar.
Pada ekskavasi itu, tim gabungan meneliti dengan metode "pit" atau penggalian untuk mengetahui sebaran temuan bata. Untuk kesimpulan awal, lanjut Nedik, pada area yang diteliti seluas 20 x 40 meter persegi ditemukan banyak bata yang sebagian sudah tidak utuh lagi hingga ke tebing Sungai Sati.
Temuan ini diharapkan bisa menjawab pertanyaan para ahli tentang Candi Muara Takus yang hingga kini masih misterius.
"Masih ada pertanyaan para ahli terhadap candi semegah itu pasti dibutuhkan orang yang banyak untuk membangunnya, mesti ada perkampungan yang cukup ramai. Jangan-jangan yang ditemukan ini salah peninggalan masa lalu juga yang ada kaitannya dengan Muara Takus, tapi itu masih terlalu dini dan perlu penelitian lebih lanjut," kata Nedik.
Hingga kini bukti tertulis seperti dalam bentuk prasasti mengenai kapan sebenarnya Candi Muara Takus dibangun belum pernah ditemukan. Keberadaan candi yang berupa stupa besar dari susunan batu bata dan batu sungai itu, selama ini disebut sebagai situs candi tertua yang ditemukan di Sumatera.
Para ahli purbakala belum dapat menentukan kapan pastinya situs candi didirikan. Ada yang mengatakan abad ke-4, ada yang mengatakan abad ke-7, abad ke-9 bahkan abad ke-11. Namun candi ini dianggap telah ada pada zaman keemasan Kerajaan Sriwijaya.
Nedik mengatakan ekskavasi sampai 28 April itu baru merupakan penelitian awal. Meski begitu, ada dugaan kuat bahwa temuan itu sarat unsur kepurbakalaan sehingga tim mengusulkan rekomendasi penelitian lanjutan.
"Kami rekom ada penelitian lanjutan karena areanya yang luas berupa bata-bata. Banyak pertanyaan yang akan terjawab dari hasil penelitian lanjutan mengenai apa susunan batu itu, apa fungsinya, apa itu bagian dari candi atau bangunan lainnya," kata Nedik.
Ia berharap penelitian lanjutan nanti bisa melibatkan banyak pihak selain BPCB Sumatera Barat, karena bisa melibatkan juga Dinas Kebudayaan Riau, BPCB Aceh-Sumatera Utara, Pusat Arkeologi Nasional, dan kademisi yang memahami geologi.
"Hasil sampel penelitian ini kita kirim ke lab Balai Konservasi Borobudur untuk mengetahui apa ini bata kuno, dan komposisi penyusunnya apa," kata Nedik.
Pewarta: FB Anggoro
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018