Jakarta (ANTARA News) - Rapat Paripurna DPR di Gedung DPR/MPR Jakarta, Selasa, menyetujui pengesahan RUU tentang Pemerintah Propinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota negara RI dan dalam UU ini calon Gubernur DKI terpilih dalam Pilkada harus mendapat dukungan suara 50 persen lebih dari suara yang sah. Rapat Paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR, Soetardjo Soerjogoeritno, itu juga dihadiri Mensesneg Hatta Rajasa, Mendagri ad interim Widodo AS, Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro dan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso. Namun demikian, suasana rapat diwarnai banyaknya bangku kosong karena anggota DPR keluar ruang sidang. Ketua Pansus RUU tentang Pemerintah DKI Jakarta, Effendi Mara Sakti Simbolon, menjelaskan DKI Jakarta dengan luas 740 Km2 berpenduduk 8.792.000 jiwa. Sebagai pusat perekonomian, DKI Jakarta memiliki persoalan yang sangat kompleks, dan mengundang banyak orang dari luar Jakarta untuk berbondong-bondong mencari rezeki di Ibukota Indonesia ini. Akibatnya, DKI Jakarta selalu berhadapan dengan masalah urbanisasi, keamanan, transportasi, lingkungan, pengelolaan kawasan khusus dan masalah sosial lainnya. UU No.34/1999 tentang Pemerintah Propinsi DKI sudah tidak sesuai lagi dengan karakteristik permasalahan di DKI. Karena itu, Rapat Paripurna DPR pada 13 September 2005 menyetujui pembahasan RUU inisiatif untuk merevisi UU tersebut. Ketentuan paling aktual dalam RUU ini adalah menyangkut Gubernur DKI Jakarta yang dipilih secara langsung dalam Pilkada. Pasal 11 RUU Pemerintah Propinsi DKI Jakarta mengatur mengenai persyaratan gubernur terpilih. Pasal 11 Ayat (1) menyebutkan "Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang memperoleh suara lebih 50 persen untuk ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih". Ayat (2) menyebutkan "Dalam hal tidak ada pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang memperoleh suara sebagaimana dimaksud Ayat (1), diadakan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur putaran kedua yang diikuti oleh pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua pada putaran pertama". Dengan menetapkan suara 50 prosen lebih bagi pasangan terpilih, maka gubernur dan wakil gubernur DKI mendatang memiliki legitimasi yang kuat dari rakyat. "Yang dimaksud lebih dari 50 persen dalam penjelasan Pasal 11 UU ini adalah jumlah perolehan suara sah lebih dari 50 prosen," kata Effendi Mara Sakti Simbolon, anggota Fraksi PDIP DPR yang baru saja menyelenggarakan Festival Bolon di Danau Toba dan Kabupaten Samosir (Sumatera Utara). Ketentuan ini jauh berbeda dibanding dengan aturan dalam UU No.34/1999 bahwa calon gubernur/wakil gubernur yang telah ditetapkan DPRD dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Presiden. "UU baru ini akan menajdi rujukan pelaksanaan Pilkada gubernur/wakil gubernur pertama di Jakarta," kata. Namun Effendi mengakui bahwa dalam UU yang baru ini tidak menyebutkan kata "megapolitan" seperti pernah mencuat beberapa bulan lalu. Hanya saja, dalam konsep dan implementasinya, megapolitan akan dilaksanakan karena adanya ketentuan bahwa DKI Jakarta harus bekerjasama dengan daerah sekitarnya, termasuk terkait dengan tata ruang dan penetapan kawasan-kawasan khusus. Pemerintah DKI Jakarta bekerjasama dengan Propinsi Jawa Barat dan Propinsi Banten mengikutsertakan pemerintah kota/kabupaten yang berbatasan langsung untuk lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Dasarnya adalah pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik serta saling menguntungkan. Untuk mengatur kerjasama ini perlu dibentuk badan kerjasama antardaerah yang diatur dengan keputusan bersama. Sedangkan rencana tata ruang Ibukota negara mengacu kepada rencana tata ruang wilayah nasional dan dikoordinasikan dengan tata ruang propinsi yang berbatasan langsung, yaitu Jawa Barat dan Banten. Konsep kerjasamanya terpadu mencakup keterpaduan dalam perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian penataan ruang dengan memperhatikan kepentingan strategis nasional. Kerjasama DKI Jakarta dengan daerah sekitarnya dikoordinasikan oleh menteri terkait. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007