Palembang (ANTARA News) - Jumlah tenaga kerja asing yang bekerja di sejumlah perusahaan di wilayah Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan data hingga Maret 2018 mencapai 1.030 orang.
"Tenaga Kerja Asing (TKA) itu tersebar di sejumlah perusahaan seperti perusahaan minyak dan gas, energi, serta perusahaan perkebunan," kata Kepala Seksi Pengembangan Tenaga Kerja Disnaker Sumatera Selatan Ahmad Sukrie, di Palembang, Rabu.
Menurut dia, untuk mengawasi TKA yang bekerja di sejumlah perusahaan di provinsi yang memiliki 17 kabupaten dan kota itu, pihaknya rutin melakukan pengecekan dan pembinaan kepada perusahaan yang mempekerjakan orang asing.
Pengawasan perlu dilakukan secara rutin untuk memastikan jumlah pekerja yang aktif dan mengecek kemungkinan adanya penambahan TKA pada suatu perusahaan.
Selain itu juga diperlukan untuk mengecek Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA) suatu perusahaan dari pusat, provinsi, atau dari kabupaten/kota.
Pengecekan IMTA dibutuhkan untuk menarik retribusi dari TKA, jika IMTA-nya lintas provinsi retribusinya kembali ke pusat, sedangkan yang lintas kabupaten/kota kembali ke provinsi, dan IMTA-nya dikeluarkan disnaker kabupaten/kota retribusinya dibayar ke daerah bersangkutan, katanya.
Sementara Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Palembang Budiono Setiawan menambahkan pihaknya mendukung pemerintah daerah memaksimalkan penarikan retribusi dari tenaga kerja asing untuk meningkatkan pendapatan asli daerah.
"Pemerintah daerah (Pemda) yang wilayahnya banyak terdapat Tenaga Kerja Asing (TKA) akan didorong untuk mendata dan melakukan penagihan retribusi yang wajib dibayar TKA," ujarnya.
Sesuai ketentuan setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja asing harus mengajukan Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA) dan pekerjanya wajib membayar retribusi sebesar 100 dolar AS setiap bulannya.
Untuk membantu pemda meningkatkan PAD dari retribusi itu, kegiatan pengawasan TKA akan lebih diperketat sehingga dapat mencegah penyalahgunaan izin tinggal dan terjadinya pelanggaran Undang Undang Keimigrasian lainnya yang berpotensi hilangnya pendapatan negara, kata Budiono.
Pewarta: Yudi Abdullah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018