Singapura (ANTARA News) - Singapura hari Senin mengatakan akan bersabar menyelesaikan perbedaan cara pandang atas sejumlah butir dalam Kesepakatan Kerjasama Pertahanan dengan Indonesia, namun Jakarta tidak seharusnya membuat perubahan substantif. Kedua negara itu menandatangani Kesepakatan Kerjasama Pertahanan pada 27 April, bersamaan dengan Perjanjian Ekstradisi, setelah lebih dari 18 bulan berunding. Namun, penandatangan tiga aturan pelaksanaan, yang merupakan penjelasan rinci dari kerjasama itu tertunda karena Indonesia meminta perubahan pada menit terakhir, kata pemerintah Singapura. Menteri Luar Negeri Singapura George Yeo menyatakan Singapura masih menunggu tanggapan Indonesia mengenai proposal tentang bagaimana kedua pihak memecahkan perbedaan cara pandang mengenai kasus itu. "Memaksakan perubahan substantif atau memasukkan butir baru berarti tidak ada kesepakatan pada kesempatan pertama," kata Yeo di parlemen hari Senin seperti dikutip AFP. Namun, Yeo menyatakan Singapura akan mencoba melakukan yang terbaik untuk mengakomodasi Indonesia. Kesepakatan Kerjasama Pertahanan dan Perjanjian Ekstradisi disebut-sebut sebagai bentuk peningkatan hubungan diplomatik antara kedua negara itu. Indonesia telah merundingkan Perjanjian Ekstradisi dengan negara kota itu bertahun-tahun ketika Jakarta mencari cara untuk menghukum pejabat atau pengusaha yang diduga melarikan diri dengan membawa dana miliaran rupiah ke Singapura pada awal krisis ekonomi 1997. Singapura, pusat keuangan kawasan, menyangkal tuduhan pakar hukum Jakarta jika negerinya digunakan penjahat Indonesia untuk mencuci uang dan berkata bahwa mereka memiliki sistem keamanan layak.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007