Jakarta (ANTARA News) - Pembangunan lingkungan hidup dan pelestarian sumberdaya alam (SDA) yang arif harus menjadi bagian dari agenda politik nasional.

Agus Sari, aktivis lingkungan yang saat ini bergabung dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengemukakan hal tersebut di Jakarta, Minggu sekaligus rangka memperingati Hari Bumi pada 22 April 2018.

Agus Sari mengatakan, politik telah menjadi penghalang utama kebijakan negara yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Misalnya, energi terbarukan. Dulu, harga yang mahal adalah alasan mengapa energi terbarukan tidak bisa bersaing dengan energi fosil seperti batu bara.

"Sekarang, dengan harga energi terbarukan lebih murah daripada energi fosil, tidak ada penjelasan lain kecuali kuatnya ketertarikan dalam sektor energi ini, sehingga politik harus menjadi penyeimbang untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat," katanya.

Menurutnya, politik juga telah menjadi penghalang proses perubahan fungsi lahan hutan menjadi fungsi-fungsi bukan hutan, seperti halnya maraknya penangkapan oknum kepala daerah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini memperlihatkan banyaknya kasus pemberian izin penggunaan lahan yang tidak dilakukan melalui tata kelola yang baik.

"Sebagai partai yang menentang segala bentuk korupsi, PSI akan memperbaiki tata kelola lahan dan sumberdaya alam yang sejalan dengan kelestarian, sehingga bisa mendukung pertumbuhan ekonomi dengan lebih berkelanjutan," imbuh Grace Natalie, Ketua Umum PSI.

Salah satu komunitas garda terdepan dalam perjuangan untuk melindungi sumberdaya alam adalah masyarakat hukum adat.

Sejak tahun 2012, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 35 memberi jalan kepada masyarakat adat untuk mendapatkan hak milik atas lahan adat mereka. Keputusan MK ini masih jauh dari pelaksanaan yang menyeluruh.

"Tindak lanjut Keputusan MK No. 35/2012 ini harus lebih kuat lagi diperjuangkan agar berdampak," tutup Agus Sari sambil mengucapkan Selamat Hari Bumi kepada semua pendukung dan simpatisan PSI.

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018