Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia meyakini modal asing yang masuk ke domestik tidak akan lari ke negara maju (outflow) secara signifikan, meskipun bunga acuan Bank Sentral ditahan pada 4,25 persen, sementara negara lain melanjutkan rezim kenaikan suku bunga.
Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo di Jakarta, Jumat, mengatakan pemulihan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan menjadi daya tarik untuk menahan keluarnya modal asing, meskipun kebijakan suku bunga acuan Bank Sentral stagnan.
Kebijakan suku bunga acuan yang tetap bisa membuat selisih bunga obligasi pemerintah Indonesia dan negara lain semakin menyempit, misalnya dengan obligasi pemerintah AS US Treasury, maupun dengah obligasi negara lain yang menaikkan suku bunganya.
"Sepanjang kita melihat growth differential bahwa pertumbuhan kita juga semakin baik. Itu juga menandakan negara kita juga cukup kuat dan akan memberikan imbal hasil yang muncul misalnya dari nilai tukar. Jadi jangan dlihat dari suku bunga saja," ujar Dody.
Jika suku bunga acuan tetap dan membuat selisih bunga obligasi menyempit, investor bisa saja mengalihkan dananya, karena memilih instrumen yang lebih menguntungkan dan minim risiko. Selain Federal Reserve AS, Bank Sentral negara lain pun seperti Malaysia, China dan Singapura juga mengerek naik suku bunga acuannya di awal tahun ini.
Namun, Dody melihat "Growth Differential" dari Indonesia dan negara lain akan mengkompensasi hal itu. "Growth Differential" merupakan selisih atau perbandingan pertumbuhan ekonomi antara satu negara dengan negara lain yang menjadi indikator investor untuk melihat prospek keuntungan berinvestasi.
Selain itu, BI juga masih ingin mendorong momentum pertumbuhan ekonomi domestik dengan tidak melakukan pengetatan kebijakan moneter.
Dody meyakini investor asing juga melihat prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin baik, terutama setelah Indonesia diganjar kenaikan peringkat utang dari Moody`s dan masuknya Surat Utang Negara ke Global Index Bond.
"Kalau kita melihat proyeksi angka pertumbuhan kita dengan negara lain yang terus positif itu bisa menutup dari sisi keraguan investor dari masalah selisih suku bunga acuan yang berkurang, jadi artinya memang tidak harus diantisipasi dengan kita menaikan suku bunga," ujar dia.
Kebijakan suku bunga acuan yang tetap kata Dody, juga didukung dengan indikator stabilitas seperti inflasi dan neraca transaksi berjalan yang terjaga. Dengan stabilitas yang terjaga, BI memilih untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi dengan tidak menaikkan suku bunga acuan dari 4,25 persen pada April 2018 ini.
"Untuk apa menaikkan suku bunga kalau transaksi berjalan masih di level yang sehat, meskipun spread-nya dari suku bunga negara misalnya Amerika semakin menyempit, itu bukan menjadi faktor utama kalau kemudian kita bisa menaikan pertumbuhannya," ujar dia.
Di dua pekan pertama April 2018, pasar saham dan Surat Utang Negara sudah meraup investasi sebesar 800 juta dolar AS, atau membaik dibanding Maret 2018 di mana terjadi arus modal keluar karena ketidakpastian di pasar keuangan global.
Baca juga: BI tahan suku bunga acuan 4,25 persen
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018