Jakarta (ANTARA News) - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menolak perlawanan sita eksekusi yang diajukan oleh PT Hotel Indonesia Natour (HIN). Dalam putusannya, majelis hakim yang diketuai Andriani Nurdin, pada sidang di PN Jakarta Pusat, Senin, menilai perlawanan yang diajukan oleh PT HIN salah alamat. PT HIN, menurut hakim, seharusnya mengajukan perlawanan kepada mantan karyawan Hotel Indonesia, bukan kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, sebagai kuasa hukum mantan karyawan. PT HIN mengajukan perlawanan terhadap penetapan tertanggal 29 September 2006 dan 31 Agustus 2006 yang dikeluarkan oleh Ketua PN Jakarta Pusat tentang sita eksekusi aset Hotel Indonesia. Penetapan eksekusi itu dikeluarkan oleh Ketua PN Jakarta Pusat untuk menindaklanjuti gugatan mantan karyawan Hotel Indonesia yang dimenangkan oleh PN Jakarta Pusat. Sita eksekusi itu meliputi pembayaran yang didapatkan PT HIN dari Graha Indonesia senilai Rp10 miliar per tahun, yang akan digunakan untuk membayar pesangon 1.062 mantan karyawan Hotel Indonesia. Atas penetapan Ketua PN Jakarta Pusat itu, PT HIN mengajukan perlawanan pada Januari 2007. Namun, PT HIN melayangkan perlawanan terhadap LBH Jakarta sebagai kuasa hukum mantan karyawan Hotel Indonesia. Majelis hakim menyatakan perlawanan PT HIN itu "error in persona" atau salah alamat. Menurut majelis, kuasa hukum tidak bisa disamakan kedudukannya dengan mantan karyawan Hotel Indonesia. "Seharusnya, perlawanan ditujukan kepada mantan karyawan Hotel Indonesia, bukan kepada kuasa hukumnya," kata Andriani. Majelis hakim menerima eksepsi LBH Jakarta sebagai pihak terlawan dan menyatakan perlawanan tidak dapat diterima. "Karena perlawanan dinyatakan tidak dapat diterima, maka pemeriksaan pokok materi tidak perlu dilakukan," kata Andriani. Putusan majelis hakim itu disambut gembira oleh puluhan mantan karyawan Hotel Indonesia yang memenuhi ruang sidang. Hermawanto dari LBH Jakarta menyatakan, dengan adanya putusan majelis hakim yang menolak perlawanan PT HIN, maka tidak ada lagi alasan bagi manajemen Hotel Indonesia untuk tidak membayarkan pesangon kepada mantan karyawannya. Menurut Hermawanto, dari 1.062 mantan karyawan yang mendapat hak pesangon, baru sebanyak 232 mantan karyawan yang dibayarkan haknya oleh PT HIN. Meski majelis hakim dalam putusannya tidak memerintahkan PT HIN untuk segera membayarkan pesangon, ia menilai, dengan ditolaknya perlawanan, maka secara otomatis PT HIN seharusnya segera melunaskan kewajibannya. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007