Jakarta (ANTARA News) - Mantan direktur jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono dituntut tujuh tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider empat bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima suap sejumlah Rp2,3 miliar dan gratifikasi sekitar Rp22,35 miliar.
"Agar majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan terdakwa Antonius Tonny Budiono dinyatakan secara sah dan meyakinkan secara hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama tujuh tahun ditambah pidana denda Rp300 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama empat bulan," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Dody Sukmono di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama dari pasal 12 huruf b UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP dan dan pasal 12 huruf B UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 65 KUHP.
JPU KPK juga memberikan status saksi pelaku yang membantu penegak hukum membongkar kejahatan (justice collaborator) kepada Antonius.
"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah menciptakan pemerintahan yang bebas KKN. Hal yang meringankan, terdakwa bersikap kooperatif dengan mengaku terus terang, bersikap sopan, menyesali perbuatan, belum pernah dipidana dan ditetapkan sebagai `justice collaborator` berdasarkan surat pimpinan KPK No 685 tahun 2018," tambah jaksa Dody .
Pada dakwaan pertama, Antonius didakwa menerima Rp2,3 miliar dari Komisaris PT Adhiguna Keruktama Adi Putra Kurniawan terkait proyek pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan dan persetujuan penerbitan Surat Izin Kerja Keruk (SIKK) PT Adiguna Keruktama.
Pemberian uang itu diberikan dengan cara memberikan kartu ATM Bank Mandiri beserta PIN dan buku tabungan bank Mandiri dengan nama Joko Prabowo kepada Antonius.
"Dari total yang diberikan Rp2,3 miliar sisa di rekening Joko Prabowo masih ada Rp1,15 miliar dan sisanya sudah digunakan sehingga unsur menerima hadiah terbukti," kata jaksa Yadyn.
Proyek pertama adalah pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan Pulang Pisau, Kalimantan Tengah TA 2016 senilai Rp61,2 miliar; pelabuhan Samarinda, Kaltim TA 2016 senilai Rp73,509 miliar dan pelabuhan Tanjung Emas Semarang TA 2017 senilai Rp44,518 miliar yang dimenangkan oleh PT Adhiguna Keruktama dengan imbalan sebesar Rp1,5 miliar yang diberikan secara bertahap.
Proyek kedua adalah penerbitan SIKK untuk PT Indominco Mandiri terkait pekerjaan pengerukan di Bontang Kalimantan Timur. Karena dibantu penerbitan SIKK, PT Adhiguna me,ngirimkan Rp300 juta dari rekening Yongkie Goldwing ke rekening Joko Prabowo sebagai "bentuk terima kasih" kepada Antonius.
Proyek ketiga adalah penerbitan SIKK untuk PT Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan (UJP) PLTU Banten terkait pekerjaan pengerukan di Lontar Banten. Karena SIKK itu juga tidak kunjung diterbitkan maka Adi Putra menemui Antonius hingga akhirnya terbit SIKK pada 24 November 2016.
Sebagai "imbalan", PT Adhiguna mentrasfer dari rekening Yongkie ke Joko Prabowo sebesar Rp300 juta.
Proyek keempat adalah peerbitan SIKK Pekerjaan pengerukan di Tanjung Emas Semarang. Antonius mengeluarkan surat keputusan pada 8 Mei 2017 tentang pemberian izin kepada KSOP kelas I Tanjung Emas untuk melaksanakan pekerjaan pengerukan Tanjung Emas sehingga pada 13 Juli 2017 Adi Putra mentransfer uang sebesar Rp200 juta sebagai ucapan terima kasih.
Pada dakwaan kedua, Antonius didakwa menerima gratifikasi berupa uang tunai sejumlah Rp5,815 miliar, 479.700 dolar AS (sekitar Rp6,4 miliar), 4.200 euro (sekitar Rp68,451 juta), 15.540 poundsterling (sekitar Rp287,137 juta), 700.249 dolar Singapura (Rp7,06 miliar), 11.212 ringgit Malaysia (Rp37,813 juta).
Kemudian, uang di rekening bank Bukopin senilai Rp1,066 miliar, uang di rekening bank Bukopin senilai Rp1,067 miliar, berbagai barang bernilai ekonomis yang ditaksir senilai Rp243,413 juta serta penerimaan di rekening Bank BRI senilai Rp300 juta.
"Yang seluruhnya sudah habis dipergunakan terdakwa dan ada faktor kesengajaan karena terdakwa tidak melaporkan ke unit gratifikasi di kementerian maupun ke KPK saat menerima hadiah tersebut," tambah jaksa Agung Satrio.
Antonius akan menyampaikan nota pembelaan (pledoi) pada Kamis, 3 Mei 2018.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018