Bandung (ANTARA News) - Wakapolri Komjen Pol Syafruddin menyatakan, para pelaku peracik dan penjual minuman keras cap "Gingseng" yang menyebabkan 44 orang meninggal dunia di Cicalengka dapat diancam dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara.
"Penyidik agar menerapkan pasal yang maksimal, kalau di KUHP itu pasal 204 ayat 1 dan ayat 2. Ayat duanya manakala meninggal hukumannya 20 tahun bisa hukuman mati," ujar Wakapolri saat meninjau kediaman pelaku utama di Cicalengka, Kabupaten Bandung, Kamis.
Hingga saat ini, polisi berhasil menangkap empat pelaku yakni SS (pemilik dan produsen utama miras), HM (istri SS), W (agen penjual), dan JA (agen penjual).
HM, W, dan JA ditangkap tak lama setelah mendapat laporan dari masyarakat terkait banyaknya korban dirawat hingga meninggal dunia akibat menenggak miras yang dijual para tersangka.
Sementara SS yang sempat buron dan ditetapkan daftar pencarian orang (DPO) berhasil diamankan pada 18 April di perbatasan Sumatera Selatan dan Jambi.
Kata dia, polisi masih mengejar empat tersangka lainnya yang juga ditetapkan sebagai DPO yakni AS, SN, UW, dan RS. Keempatnya diduga berperan sebagai peracik minuman.
"Kita masih buru pelaku lainnya, saya instruksikan sebelum lebaran harus ditangkap," kata dia.
Menurut dia, kasus peredaran miras tak berizin atau oplosan harus menjadi prioritas seluruh pihak baik dari jajaran kepolisian maupun pemerintah daerah setempat, terlebih akan memasuki bulan ramadan.
"Ini dijadikan pintu masuk dan seluruh stakeholder untuk menjadikan perhatian besar, membuat regulasi baru. Kasus ini sama dengan wabah penyakit, regulasi perlu diubah," katanya.
Dari catatan kepolisian, dalam sebulan terakhir kasus meninggal akibat menenggak minuman keras sebanyak 112 orang yang tersebar di beberapa daerah. Maka dari itu, peredaran miras harus segera diminimalisir secepat mungkin.
"Korbannya ada di DKI Jakarta, Sumsel, Kalimantan, dan daerah lain. Tapi yang menjadi sorotan Cicalengka karena banyak memakan korban jiwa," kata dia.
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018