Rektor Universitas Batam, Chabullah Wibisono di Batam, Rabu, menyatakan pengajar bukan hanya terkait intelektualitas, namun juga nilai-nilai kehidupan yang dianutnya.
"Membangun manusia tidak parsial dari intelektual, tapi juga budaya dan keagamaan. Apakah dosen dari luar bisa mengajarkan itu," kata Chabullah.
Menurut dia, Indonesia membutuhkan pemuda yang memiliki nilai-nilai bangsa, dengan tingkat spiritualitas yang baik. Sedangkan kebanyakan dosen asing menganut sekularisme yang tidak cocok untuk Indonesia.
Bila ada dosen asing yang hendak mengajar di Indonesia, maka harus mengetahui dan menyesuaikan diri dengan kultur.
"Bangsa ini rusak ketika spriritual rendah. Konsep pembangunan Indonesia berbeda, tidak serta merta unggul di Iptek bisa mengajar, harus diformulasikan dulu," kata dia.
Ia mengakui, dosen Indonesia akan sulit bersaing dengan dosen asing, bila pemerintah membuka pintu lebar kepada mereka. Namun, itu bukan berarti dosen Indonesia tidak memiliki kemampuan yang baik.
"Pengetahuan kita tidak kalah dengan luar, buktinya banyak dosen yang membuat penelitian dan dimuat di jurnal internasional," kata pria yang pernah mengabdi di Otorita Batam dan menjadi anggota legislator itu.
Terpisah, Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Riau Kepualuan, Rumbadi Dalle mengatakan proses belajar-mengajar tidak bisa dilepaskan dari kultur suatu bangsa.
Mengajar, kata dia, tidak hanya masalah transfer ilmu, namun mendampingi pemuda dan membentuknya menjadi manusia Indonesia yang berguna.
"Karena mengajar itu bukan hanya 2x2 =4. Soft skill harus lebh tinggi dibanding hard skill. Kalau pintar tapi kurang ajar, percuma," kata dia.
Selain itu, dosen asing memiliki rasa tanggung jawab yang sedikit untuk membangun manusia Indonesia yang mumpuni demi masa depan bangsa.
"Mereka tidak ada rasa tanggung jawab terhadap bangsa. Kalau ada apa-apa, bisa pulang," kata dia.Budi Suyanto
Pewarta: Yuniati Jannatun Naim
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018