Jakarta (ANTARA News) - Menperin Fahmi Idris mengusulkan agar dana yang dikeluarkan perusahaan untuk pelaksanaan tanggung jawab sosial (CSR) tidak dikenakan pajak, sehingga perusahaan di Indonesia terdorong melakukan tanggung jawab sosial baik bagi masyarakat maupun lingkungan. Ditemui di sela-sela kunjungan ke Pekan Produk Budaya Indonesia (PPBI) 2007, di Jakarta, akhir pekan lalu, Fahmi mengakui kalangan dunia usaha melihat CSR sebagai tanggung jawab sosial perusahaan yang sifatnya sukarela. Oleh karena itu, kata dia, diusulkan agar pemerintah memberikan insentif pengurangan pajak agar memberi dorongan kuat kepada dunia usaha untuk melakukan program CSR tersebut. "Saya rasa lebih tepat itu, supaya pemerintah lebih mendorong, ketimbang kita memaksakan (perusahaan melakukan CSR)," ujarnya. Sementara itu, sejumlah asosiasi asosiasi industri yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menolak wajib CSR yang akan dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang Perseroan Terbatas pasal 74 dalam RUU-PT. RUU tersebut saat ini masih dalam pembahasan pemerintah bersama DPR. Sejumlah asosiasi yang menolak wajib CSR dalam RUU PT antara lain Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi), Persatuan Industri Kosmetika Indonesia (Perkosmi), Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), APPSI (Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia). Selain itu juga Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (Agri), Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim), Aspadin (Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan), dan Nampa (Asosiasi Industri Pengolahan Daging). Ketua Gapmmi, Franky Sibarani, menilai CSR yang berlaku wajib dapat menurunkan daya saing, menghambat iklim investasi di dalam negeri, sehingga dikhawatirkan menurunkan ekspor yang berdampak pada meningkatnya angka pengangguran. Hal senada juga dikemukakan Sekretaris Eksekutif API, Ernovian G Ismy, yang mengatakan jika RUU itu mewajibkan CSR, maka beban industri akan semakin tinggi. (*)
Copyright © ANTARA 2007