Jakarta (ANTARA News) - Pengamat hukum Universitas Trisakti Prof Andi Hamzah mengatakan bahwa kasus mantan Menteri Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Rokhmin Dahuri belum diatur dalam perundangan-undangan Indonesia. Andi Hamzah mengatakan, Rokhmin melakukan pungutan memakai dana nonbujeter bukan pada tujuannya di antaranya untuk menolong nelayan, calon presiden/wapres, pembuatan undang-undang, dan lainnya. "Dalam UU Pidana Indonesia hal itu, belum diatur dan baru akan diatur," ujarnya di Jakarta, Minggu. Andi menjelaskan, di Rusia tindakan pungli, memakai anggaran nonbujeter tidak pada tujuannya sudah diatur dalam KUHP. "Nah, di Indonesia hal itu belum diatur. Ini jadi serba sulit, karena Indonesia belum punya hukumnya," katanya. Andi menjelaskan, jika dikatakan suap, maka dalam kasus Rokhmin, tidak ada yang meminta uang, kalau dikatakan memeras, tidak ada pemaksaan. "Jadi sekali lagi, ini serba sulit," tegasnya. Sementara itu, kuasa hukum Rokhmin Dahuri, M Assegaf menyatakan, tuduhan jaksa penuntut umum (JPU) yang menyatakan Rokhim melakukan gratifikasi sangat tidak berdasar. "Kalau jaksa konsisten dengan apa yang didakwakan maka dia tidak dapat menyatakan Rokhmin secara pribadi menerima gratifikasi," katanya. Assegaf menyatakan, selama ini Rokhmin menerima semua fasilitas dari Departemen Kelautan dan Perikanan karena kapasitasnya sebagai menteri, bukannya selaku pribadi.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007