Yangon (ANTARA News) - Pemerintah Myanmar merepatriasi keluarga Rohingya pertama dari sekitar 700.000 pengungsi yang melarikan diri ke Bangladesh untuk menghindari operasi militer, meski PBB mengeluarkan peringatan pemulangan yang aman saat ini belum memungkinkan.
Bangladesh dan Myanmar sedianya memulai repatriasi pada Januari, namun, ditunda karena masing-masing pihak saling menyalahkan karena kekurangan persiapan.
Pemerintah Myanmar pada Sabtu (14/4) malam mengeluarkan pernyataan bahwa satu keluarga Rohingya telah pulang.
"Kelima anggota sebuah keluarga…kembali ke kamp repatriasi di Kota Taungpyoletwei di negara bagian Rakhine pagi ini," demikian bunyi pengumuman di akun Facebook resmi Komisi Informasi Pemerintah Myanmar, dilansir dari AFP.
Otoritas memberikan mereka Kartu Verifikasi Nasional, menyerupai kartu identitas, namun, bukan kewarganegaraan. Kartu ini ditolak oleh pemimpin Rohingya yang menginginkan hak penuh.
Bersamaan dengan pernyataan tersebut, mereka juga mengunggah foto-foto seorang pria, dua perempuan, seorang anak perempuan dan seorang anak laki-laki menerima kartu identitas dan pemeriksaan kesehatan.
Pernyataan tersebut menyebutkan keluarga dikirim untuk tinggal sementara dengan kerabat di Kota Maungdauw. Tidak disebutkan kapan rencana pemulangan pengungsi lainnya dalam waktu dekat.
Repatriasi berlangsung meski ada peringatan dari PBB dan beberapa kelompok hak asasi lainnya bahwa pemulangan massal Rohingya masih terlalu dini, karena Myanmar belum mengatasi diskriminasi hukum sistematis dan penganiayaan yang dihadapi minoritas tersebut selama puluhan tahun.
Penerjemah: Natisha Andarningtyas
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2018