Kupang (ANTARA News) - Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Nelayan Satu Hati James Adoe mengeluhkan kapal nelayan bantuan pemerintah yang berkualitas rendah sehingga cepat rusak.
"Kapal-kapal bantuan untuk nelayan dengan mesin buatan Tiongkok sangat tidak bisa diandalkan, cepat rusak dan onderdilnya juga susah dicari di toko-toko," kata James di Kupang, NTT, Jumat.
Ia mengaku mendapat bantuan kapal nelayan lampara berkapasitas 10 "gross tonnage" (GT) yang disalurkan pemerintah pada 2014.
Dalam pengoperasian, kata dia, kapal bantuan itu sering mogok karena kerusakan bagian mesin.
Ia mengatakan saat ini kapal yang dioperasikannya pun sedang dalam kondisi tidak beroperasi sekitar satu bulan terakhir dan belum bisa diperbaiki.
"Mogoknya pada bagian mesin ini yang menyulitkan kami, sementara mau cari onderdilnya di Kupang juga tidak ada, harus pesan di Jawa dan tentu memakan ongkos dan waktu," katanya.
Akibatnya, ia mengaku kesulitan melaut padahal kondisi cuaca sudah kembali baik yang merupakan saat yang tepat untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan.
"Persoalan kualitas kapal-kapal bantuan ini sudah sering dirasakan kebanyakan nelayan di sini, tapi mau bagaimana lagi karena namanya juga bantuan sehingga tetap dimanfaatkan," katanya.
Sebelumnya, Kepala Bidang Humas Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Kupang Abdul Wahab Sidin mengatakan hal serupa terkait kualitas kapal-kapal bantuan untuk nelayan yang berkualitas rendah.
"Selain kondisi mesin buatan Tiongkok yang cepat rusak juga fisik kapal yang tidak kuat dari hantaman gelombang," kata Abdul Wahab Sidin yang juga merupakan nelayan yang bermangkal di TPI Tenau Kupang.
Untuk itu, ia berharap pemerintah mengevaluasi secara serius agar bantuan kapal-kapal untuk nelayan di masa mendatang mengutamakan kualitas mesin dan fisiknya.
"Karena kalau kualitasnya tetap sama maka bantuan kapal hanya dipakai efektif itu tidak sampai lima tahun langsung rusak dan ujung-ujungnya hanya menjadi barang rongsokan," katanya.
Pewarta: Aloysius Lewokeda
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018