Oleh Maryati Jakarta (ANTARA News) - Di ruangan berpendingin seluas sekira tiga kali empat meter itu setiap hari Dace Abdullah (55) mengurus kaki para penyandang Diabetes Mellitus (diabetasi) atau kencing manis. Ia memotong kuku jemari kaki, menghaluskan bagian kaki yang menebal, serta membersihkan dan mengobati luka pada kaki penderita kencing manis. "Tapi, di sini kami cuma mengobati luka ringan saja, kalau sudah berat dan butuh perawatan medis khusus akan kami rujuk ke dokter yang lebih ahli," kata Dace ketika ditemui di bilik kerjanya di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Dalam sehari, bapak satu anak yang bekerja sebagai perawat di RSCM sejak tahun 1970-an itu, biasanya melayani lima atau enam pasien diabetes yang datang ke "salon kaki" untuk mendapatkan perawatan. "Setiap pasien rata-rata butuh waktu satu hingga satu setengah jam, sesuai kondisi kakinya. Kalau cuma potong kuku tidak lama tapi kalau ada luka dan sudah berbau busuk, akan butuh waktu lebih lama," jelas Dace. Ia menjelaskan, sebelum mendapatkan perawatan, mula-mula kaki pasien diabetes akan dibersihkan dengan air bersih dan larutan klorin serta dikeringkan dengan handuk. "Setelah itu lalu dilihat dan diperiksa secara teliti apakah ada penebalan atau luka," kata Kepala Ruangan Poliklinik Subspesialis Penyakit Dalam RSCM itu. Bila semuanya normal dan pasien menghendaki kukunya dipotong, maka petugas akan memotong kuku pasien menggunakan gunting kuku khusus dan kikir. Menurut Dace, pemotongan kuku penderita kencing manis harus dilakukan secara sangat hati-hati supaya tidak membuat luka. "Kuku pasien diabetes biasanya mengalami penebalan sehingga sulit dipotong, dan kalau potongnya tidak hati-hati, maka bisa luka," katanya. Luka pada kaki pasien diabetes, kata dia, bisa meluas dan membusuk sampai harus diamputasi, bila tidak segera mendapatkan penanganan yang tepat. Di "salon kaki" RSCM yang didirikan tahun 1995 itu, menurut Dace, perawatan luka diawali dengan pembersihan luka. "Luka dibersihkan dengan larutan klorin dulu, lalu diobati. Semua dilakukan dengan teliti sebab luka harus benar-benar bersih supaya tidak jadi infeksi," katanya. Tak jarang, ujar Dace, pasien datang dengan luka yang sudah mulai meluas dan berbau busuk. Namun, dia tidak pernah merasa jijik. Dia juga tidak pernah berniat meninggalkan profesinya sebagai perawat kaki diabetasi. "Tidak apa-apa. Sudah biasa," ujarnya. Ia mengaku, menikmati pekerjaannya sebagai perawat kaki diabetasi. Kadang di luar jam kerja pun, dia menerima permintaan pasien untuk melayani perawatan di rumah. "Sabtu atau Minggu ada beberapa pasien minta dilayani di rumah, kalau tidak ada keperluan lain saya datang. Itu kan rejeki, jadi tidak boleh ditolak," katanya. Dari pasien yang minta dirawat di rumah, kata Dace, biayanya dia mendapatkan uang letih antara Rp100 ribu hingga Rp250 ribu. "Saya tidak pernah pasang tarif soalnya perawatan kaki pasien diabetes tidak hanya sekali, harus berkali-kali dalam jangka lama. Tapi biasanya mereka memberi segitu," ujarnya serta menambahkan bahwa biaya perawatan kaki di salon rata-rata di bawah Rp100.000. Perhatikan kaki Diabetes adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak bisa memroduksi cukup insulin --hormon pengatur kadar gula darah-- atau tubuh tidak bisa menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. "Hiperglicemia" atau peningkatan kadar gula darah akibat diabetes yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan kerusakan sistem tubuh, utamanya syaraf dan pembuluh darah. Diabetes juga membuat penderitanya sering mengalami gangguan atau luka pada kaki, yakni mulai dari penebalan jaringan kulit dan kuku, luka ringan sampai luka berat atau gangren (luka yang sudah membusuk dan bisa melebar). Gangguan atau kerusakan pada saraf dan pembuluh darah di kaki akibat diabetes juga membuat penderita diabetas mengalami mati rasa (baal) pada kakinya, sehingga kadang ia tidak sadar telah terluka. Luka pada kaki penderita diabetes kadang juga tidak langsung tampak dari luar. "Kondisi yang demikian menjadikan komplikasi kaki diabetes militus sebagai salah satu komplikasi kronik yang paling buruk," kata Sarwono Waspadji Univesitas Indonesia dalam abstrak penelitian kesehatan seri 19 tahun 2001. Dalam ringkasan hasil penelitiannya, Sarwono menyebutkan bahwa angka kematian dan angka amputasi kaki akibat diabetes masih tinggi dan biaya pengelolaanya sangat mahal. Oleh karena itu, penyandang diabetes disarankan memerhatikan secara serius kondisi kakinya guna menghindari penderitaan berkelanjutan akibat komplikasi kaki diabetes. Hal itu, menurut Dace, antara lain bisa dilakukan dengan memeriksakan status gula darah dan kesehatan secara teratur serta mencegah terjadinya luka yang berlanjut dengan infeksi. "Penderita harus memerlakukan kakinya dengan baik jangan sampai tertusuk atau luka. Kalau luka usahakan jangan sampai kena air supaya tidak infeksi," ujarnya. Ia juga menyarankan, agar diabetasi mengenakan alas kaki atau sepatu yang nyaman. "Sebaiknya pakai alas kaki yang konturnya sesuai dengan bentuk kaki, berbahan lentur dan ujungnya tidak runcung sehingga nyaman dan tidak berpotensi menimbulkan luka atau lecet," demikian Dace. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007