Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua DPR RI Setya Novanto merasa diinya dijebak oleh Direktur PT Biomorf Lone Indonesia Johannes Marliem.
"Dengan melihat fakta persidangan bahwa sejak awal saudara Johannes Marliem dengan maksud tertentu dengan telah sengaja menjebak saya dengan merekam pembicaraan pada setiap pertemuan dengan saya," kata Novanto.
Hal tersebut dikatakannya saat membacakan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat.
Selain itu, Novanto juga menyesali pertemuan yang terjadi di Hotel Gran Melia Kuningan dengan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman, dan mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni.
"Saya sungguh menyesali pertemuan di Hotel Gran Melia Kuningan. Jika saja saya tidak bersedia ditemui saudara Andi Agustinus, Irman, dan Diah Anggraeni di Hotel Gran Melia mungkin saja saya tidak akan pernah telibat jauh dalam proyek KTP-e yang telah menyeret saya hingga duduk di kursi pesakitan ini," ucap Novanto.
Novanto pun mengaku bahwa dirinya tidak pernah melakukan intervensi ataupun usulan pembiayaan penerapan KTP-elektronik Tahun Anggaran 2011-2013 dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau melobi orang lain.
Baca juga: Setya Novanto nyatakan pemberian "fee" bukan kesepakatan dirinya
"Adapun kronologis pertemuan-pertemuan yang melibatkan saya sebagaimana telah saya sampaikan pada saat pemeriksaan terdakwa, tidak menggambarkan ataupun membuktikan bahwa pertemuan-pertemuan itu untuk menguntungkan diri saya dan orang lain," kata Novanto.
Sebelumnya, mantan Ketua DPR Setya Novanto dituntut 16 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengadaan KTP-Elektronik tahun anggaran 2011-2012.
Selain hukuman badan, jaksa KPK juga menuntut agar Setya Novanto membayar pidana pengganti senilai 7,3 juta dolar AS dikurangi Rp5 miliar yang sudah dikembalikan subsider 3 tahun kurungan dan pencabutan hak politik selama 5 tahun setelah menyelesaikan hukuman pokoknya.
Dalam perkara ini Setnov diduga menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari proyek KTP-E. Setya Novanto menerima uang tersebut melalui mantan direktur PT Murakabi sekaligus keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, maupun rekan Setnov dan juga pemilik OEM Investmen Pte.LTd dan Delta Energy Pte.Lte yang berada di Singapura, Made Oka Masagung.
Sedangkan jam tangan diterima Setnov dari pengusaha Andi Agustinus dan direktur PT Biomorf Lone Indonesia Johannes Marliem sebagai bagian dari kompensasi karena Setnov telah membantu memperlancar proses penganggaran. Total kerugian negara akibat proyek tersebut mencapai Rp2,3 triliun.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2018